Jakarta (HR)-Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengamini tidak ada pilihan lain bagi perusahaan minyak dan gas bumi (migas) di seluruh dunia kecuali melakukan efisiensi di tengah anjloknya harga emas hitam di awal tahun ini.
Sudirman menilai, harga minyak bersama pelaku industri migas saat ini tengah mencari keseimbangan baru setelah sempat merasakan masa keemasan beberapa tahun lalu akibat harga jual minyak yang tinggi.
“Stok minyak berlimpah, lalu minyak non konvensional juga melimpah. Ditambah pencabutan sanksi perdagangan bagi Iran yang pasti akan masuk ke pasar dengan jumlah cukup besar juga. Semua disikapi dengan cara efisiensi, berlomba jadi produsen paling efisien,” kata Sudirman di Istana Kepresidenan, Rabu (20/1).
Harga minyak mentah pada indeks West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Februari 2016 kembali turun 2,42 persen ke level US$27,77 per barel, sedangkan indeks Brent memperdagangkan minyak mentah US$28,03 per barel untuk kontrak Maret 2016.
Menurut Sudirman, perusahaan-perusahaan nasional relatif lebih beruntung dibandingkan perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Status negara pengimpor minyak yang juga masih melakukan kegiatan ekspor hasil produksi membuat Indonesia berada di pertengahan.
“Jadi kita menyikapi dengan bijak saja dengan mendorong industri. Caranya dengan aturan baru yang memudahkan kegiatan produksi, dengan pemberian insentif, itu yang sedang dipikirkan pemerintah,” ujar mantan bos PT Pindad (Persero).
Energi Baru
Di tengah anjloknya harga minyak saat ini, Sudirman juga memastikan pemerintah tidak akan lalai mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi alternatif.
"Selama ini selalu kita lupa mengerjakan pekerjaan rumah jangka panjang yaitu EBT. Dua-duanya harus seimbang, melihat bagaimana industri ini efisien tapi menyiapkan pondasi jangka panjang dengan EBT,” tegasnya.
Sebelumnya perusahaan migas pelat merah Malaysia, Petroliam Nasional Bhd (Petronas) memangkas belanja modal (capital expenditure/Capex) dan belanja operasional (operational expenditure/Opex) perusahaan dalam empat tahun ke depan dengan nilai mencapai 50 miliar ringgit atau sekitar Rp159 triliun.
Mengutip memo direksi kepada jajaran internal perseroan, Selasa (19/1), pemangkasan pos belanja dilakukan menyusul pelemahan harga minyak mentah dunia yang saat ini sudah berada di bawah US$30 per barel.
Sebagai dampak pemangkasan pos belanja, manajemen Petronas akan melakukan pemotongan gaji pegawai hingga pada pengurangan jumlah tenaga kontrak.
"Petronas akan mengumumkan re-organisasi badan usaha pada Maret 2016, sekaligus pemotongan gaji mulai dari 20 persen sampai 30 persen (top manajemen) di seluruh papan dan mungkin empat hari seminggu bekerja juga," tulis CEO Petronas, wan Zulkiflee wan Ariffin dalam memonya.
Di Indonesia, Petronas dipercaya mengelola sedikitnya sembilan wilayah kerja (blok) migas. Adalah, wilayah Kerja Glagah Kambuna dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 60 persen, wilayah Kerja Ketapang dengan kepemi-likan hak partisipasi 80 persen, wilayah Kerja Muria dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 80 persen, wilayah Kerja Natuna Sea 'A' dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 15 persen, wilayah Blok Jabung dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 42,85 persen, wilayah Kerja Randugintung dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 30 persen, wilayah Kerja Madura Offshore dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 22,5 persen, wilayah Kerja Surumana dengan kepemilikan hak partisipasi 20 persen Petronas dan wilayah Kerja SE Palung Aru dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 33,3 persen.(rep/mel)