PEKANBARU (HR)-Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri Hulu, Raja Erisman, menolak seluruh dakwaan jaksa penuntut umum yang ditujukan kepadanya. Penolakan disampaikannya dalam dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (12/1).
Sidang kemarin mengagendakan pembacaan eksepsi (pembelaan, red) dari pihak terdakwa. Seperti diketahui, Raja Erisman telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana APBD Kabupaten Inhu Tahun tahun anggran 2011-2012.
Di hadapan majelis hakim, kuasa hukum Erisman, Sukria Novela, SH mengatakan, dugaan kerugian negara seperti yang diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang sebelumnya, dinilai tidak berdasar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pihaknya menilai, JPU tidak berhak melakukan perhitungan kerugian negara. Sebab, perhitungan harus bersumber dan berdasarkan hitungan lembaga resmi yang memiliki tugas tersebut, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
"Dakwaan JPU harus batal demi hukum," tegas Sukria.
Selain itu, pihaknya menilai JPU memaksakan dakwaan. Karena JPU dinilai tidak menguraikan secara rinci perbuatan yang didakwakan kepadanya. "Dakwaan dipaksakan. Tidak diuraikan perbuatan yang didakwakan, sepatutnya dinyatakan kabur dan batal demi hukum," lanjut Sukria.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, terdakwa meminta Majelis Hakim yang diketuai Rinaldi Triandoko, menghasilkan putusan sela yang menyatakan menerima eksepsi yang diajukan, dan menyatakan dakwaan batal demi hukum.
"Meminta majelis hakim menerima eksepsi," harapnya.
Atas eksepsi tersebut, Majelis Hakim menunda sidang untuk kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kasus ini bermula tahun 2011 hingga 2012, saat Raja Erisman menjabat sebagai Sekdakab Inhu. Dalam pengelolaan uang APBD Kabupaten Inhu tahun 2011 dan 2012, terjadi penyimpangan pada sisa kas daerah sebesar Rp2,7 miliar, yang belum dipertanggungjawabkan Bendahara Pengeluaran Setdakab Inhu ketika itu, Rosdianto.
Saat itu, Raja Erisman memerintahkan kepada Rosdianto untuk menutupi kekurangan dana tersebut dengan dana Uang Persediaan (UP). Selanjutnya, bendahara Rosdianto meminta kepada Bandahara Pembantu, Putra Gunawan untuk menarik dana UP tahun 2012 sebesar Rp10 miliar lebih untuk menutupi sisa kas tahun 2011 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya Raja Erisman diduga menerbitkan SPM UP 2012 dan ditandatanganinya selaku pengguna anggaran dan dibawa ke Kepala Bagian Keuangan untuk diterbitkan SP2Dnya, oleh Kepala Bagian Keuangan, yang saat itu dijabat Hasman Dayat. Berdasarkan SPM itu, Hasman pun menerbitkan SP2D sehingga dana UP Rp10 miliar tersebut dicairkan.
Keterlibatan Raja Erisman, diduga karena menandatangani bukti Surat Tanda Setoran (STS) dengan uraian rincian objek adalah pengembalian sisa dana UP dan GU sekretariat daerah tahun 2011 sebesar Rp 2.775.637.880, tertanggal 23 Februari 2012.
Dalam perkara ini sebelumnya telah menjerat mantan Bendahara Setda Inhu, Rosdianto, dan Putra Gunawan. Keduanya telah divonis masing-masing 6 tahun kurungan. (dod)