JAKARTA (HR)-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membantah akan mengembalikan posisi Presiden sebagai mandataris MPR dengan mengamandemen UUD 1945.
Ketua Fraksi PDIP di MPR, Ahmad Basarah menegaskan, kalaupun dalam rapat kerja nasional I PDIP nanti memutuskan untuk mengusulkan amandemen UUD 1945, hanya sebatas pada mengembalikan kewenangan MPR menyusun dan menetapkan Garis Besar Haluan Negara dan Pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Bukan untuk mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi dan menempatkan Presiden sebagai mandataris MPR. “Jadi amandemen UUD 1945 tidak berarti presiden kembali menjadi mandataris MPR,” ujar Basarah di rakernas I PDIP, Senin (11/1).
Basarah menegaskan, dalam pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri di rakernas kemarin menyebutkan pentingnya ada arah pembangunan nasional yang terencana dan menyeluruh. Bukan hanya di satu sektor saja, melainkan menyeluruh dari material hinggal spiritual, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Terkait dengan posisi Presiden, PDIP tetap pada keyakinannya sistem pemilihan langsung menjadi sistem yang paling mendekatkan pada rakyat Indonesia. Presiden harus tetap dipilih langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh MPR. Kalaupun dalam amandemen nanti, MPR memberi fasilitas pada presiden dan lebaga tinggi negara lainnya untuk menyampaikan laporan kinerjanya, hal itu bukan sebuah laporan pertanggungjawaban.
Sebab, dalam laporan pertanggungjawaban, kalau tidak dapat menjalankan tanggungjawab akan mendapat sanksi seperti diberhentikan. Basarah menegaskan, ini hanya soal laporan kinerja. Sebab, rakyat juga berhak untuk mengetahui sejauh mana kinerja dari lembaga tinggi negara atau presiden. Namun, bukan berarti presiden kembali menjadi mandataris MPR.
“Dengan demikian tidak berarti presiden menjadi mandataris MPR karena pemilihan dilakukan secara langsung,” tegas dia.(rep/dar)