PEKANBARU (HR)-Guna menumbuhkan dan meningkatkan sektor perekonomian Riau dalam memasuki era Masyarakat Economy Asean (MEA), pemerintah sejatinya membuat perencanaan peningkatan disektor sekunder dan tertier.
Hal ini dikarenakan selama ini Riau masih tergantung pada sektor pertanian dan pertambangan yang berdampak pada turunnya harga dan melemahnya perekonomian Riau dari tahun ke tahun.
Seperti yang disampaikan Pengamat Ekonomi Riau Viator Butar-Butar, Senin (11/1). Menurutnya, lemahnya kinerja di sektor pertanian dan pertambangan yang terjadi di tahun lalu, menjadi suatu pengalaman. Karena dapat mempengaruhi produktivitas sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Walau pun harga CPO saat ini sudah mulai merangkak naik, namun diperkirakan tidak akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di 2016.
"Perlu adanya perbaikan harga seperti harga TBS kelapa sawit dan perlu dilakukan perluasan perkebunan di Riau. Sehingga dengan perbaikan tersebut, nantinya akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, tidak hanya dari peningkatan produktifitas," ujar Viator.
Untuk mendukung semua tersebut, lanjut Viator, tentu perlu perencanaan yang baik dari pemerintah yang bisa sinergi dengan seluruh instansi terkait.
Baik disektor manufacturing dan juga services atau pelayanan. Ini merupakan cerminan dari ketergantungan akan sektor primer yanng bisa memacu pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota untuk mempercepat industrialisasi perekonomian daerah.
"Sebelumnya sudah ada wacana hilirisasi kelapa sawit, seharusnya sudah bisa dijalankan. Karena sudah tertuang dalam kebijakan pembangunan dengan anggaran yang memadai. Tidak hanya itu, disektor perdagangan dan jasa juga harus bisa memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB serta penyediaan lapangan kerja," ujarnya.
Jadi, Pemerintah Provinsi Riau maupun kabupaten/kota dituntut harus benar-benar bisa merencanakan pembangunan ekonomi yang tergambar dalam penggunaan dana di APBD.
"Tidak hanya semata-mata tertulis di atas kertas dalam Rencana Pembangunan baik jangka panjang maupun menengah. Tetapi bagaimana bisa melakukan eksekusi dalam bentuk kegiatan, sehingga bermanfaat secara optimal dalam mendukung dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah," pungkasnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Sri Indarti menuturkan, menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sudah di depan mata, masyarakat Riau harus siap. Karena dengan letak Riau yang strategis dan menjadi wilayah perbatasan yang dilalui oleh beberapa negara seperti Singapur dan Malaysia. Riau harus bisa menjadi peluang bagi seluruh masyarakat khususnya dalam melakukan persaingan secara sehat.
"Kita memang harus siap, dan jangan dianggap MEA ini menjadi suatu masalah atau ancaman. Karena ini merupakan peluang selain produk yang bebas keluar masuk, begitupula halnya tenaga kerja atau SDM yang kita miliki juga bisa bebas keluar," ujar Sri.
Era Bebas
Dijelaskannya, MEA merupakan era bebas, baik pada arus investasi, arus barang, jasa, SDM dan lainnya. Oleh sebab itu, bagi pelaku bisnis tentunya harus bisa mempersiapkan dan bisa menangkap peluang bisnis yang ada. Ini tujuannya agar tidak tertinggal dan tidak menjadi penonton dinegeri sendiri, apalagi dengan jumlah penduduk Asean 600 juta, hampir 50 persen ada di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam memodali pada SDM tersebut perlu sinergisitas antara pemerintah, universitas dan instansi dan perusahaan terkait dalam memberikan modal, seperti pengetahuan maupun kreatifitas. Sehingga ke depan mereka bisa mengembangkan dan bisa bersaing tanpa harus merasa minder dengan negara lain.
"Jadi dengan banyaknya pelaku usaha tentu harus juga dibekali melalui pelatihan, diklat dan lainnya yang sifatnya teknis. Begitupula dengan calon tenaga kerja, seperti para mahasiswa tentu harus memiliki kreatifitas dalam membuka peluang usaha. Sehingga 2016 kita bisa siap bersaing, tanpa harus takut karena MEA bukanlah suatu ancaman tetapi potensi untuk bisa maju dan berkembang,"pungkas Sri.***