MEDAN (HR)– Ketua Komisi C DPRD Medan, Anton Panggabean, mengaku kalau pihaknya Senin (11/1) akan memanggil pengelola Karaoke Milo, Pemko Medan dan masyarakat yang merasa keberatan. Pasalnya, sengketa keberadaan tempat hiburan tersebut masih terus menuai kontroversi.
“Akhir bulan ini kita akan panggil pihak terkait. Kita tidak bisa menunding ini salah dan itu salah. Kita lihat nantilah apa kesimpulan dari pertemuan itu,” ungkapnya, Jumat (8/1).
Ditambahkannya, pada pertemuan nanti, Komisi C akan meminta kronologis pemberian izin yang diberikan Pemko Medan. Karena keberatan yang muncul dari warga setelah izin operasionalnya di terbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sampai saat ini, tempat hiburan tersebut sudah beroperasi.
“Kenapa karaoke sudah berjalan keberatan baru muncul. Secara prosedur, mereka akan beroperasi kalau izin sudah terbit. Berarti saat pengurusan izin itu tidak ada masalah. Begitupun kami (Komisi C) akan panggil pihak terkait untuk mendudukkan persoalan ini,” sambungnya.
Pada berita sebelumnya, Komisi C DPRD Medan telah mengeluarkan surat rekomendasi terkait penutupan Karaoke Milo Simpang Juanda Medan, dengan surat bernomor 171/9998 tertanggal 23 Oktober 2015 yang ditandatangani Ketua DPRD Kota Medan, Henry John Hutagalung tersebut, ditujukan kepada Penjabat Wali Kota Medan sebagai tindak lanjut surat dari BKM An. Nazafah dan MPM bernomor 001/MPM/VIII/2015, tertanggal 31 Agustus 2015.
Akan tetapi, Pelaksana tugas Disbudpar Kota Medan, Hasan Basri, enggan menindaklanjuti surat rekomendasi itu meskipun keberadaan Karaoke Milo itu melanggar Peraturan Wali Kota (Perwal) Kota Medan No. 29 tahun 2015 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata dan Peraturan Daerah (Perda) Medan No. 04 tahun 2014 tentang Kepariwisataan.
“Kecil kali lah kalau saya sebagai Plt. Kadisbudpar Medan hanya untuk menutup Karaoke Milo. Masih banyak tugas lainnya yang lebih besar. Jangan itu aja yang kalian tanya, harusnya kalian juga memberikan masukan bagaimana meningkatkan kepariwisataan di Medan,” kilahnya.
Lebih anehnya lagi, mantan Kadis Pendidikan Medan ini mengatakan bahwa adanya larangan tempat hiburan dengan radius 100 meter dari rumah ibadah maupun lembaga pendidikan, tidak memiliki tolak ukur yang jelas. Apakah diukur melalui depan saja atau seluruh sisi.
“Gak jelas juga aturannya itu. Belum ada aturan tambahan terkait cara mengukur jaraknya. Kalau dari depan, tidak mengganggunya,” kilahnya lagi.(wol/ivi)