Maraknya tempat hiburan alternatif tontonan atau yang lazim disebut bioskop mini atau movie box, menjadi bukti bahwa Pekanbaru terus berkembang menjadi kota metropolitan. Namun siapa sangka, jika sarana hiburan tersebut berubah fungsi karena diduga banyak dijadikan tempat mesum kaum kawula muda.
Pernyataan itu muncul lantaran banyaknya masyarakat yang melapor, tempat hiburan tersebut disinyalir sering dijadikan sarana tempat bermesum ria bagi pemuda. Miris memang bila laporan itu terbukti benar, selain bertentangan dengan misi Pekanbaru menuju kota madani, juga jelas merusak masyarakat dan generasi bangsa.
Kalimat yang pantas dikeluarkan terkait hal itu mungkin bisa dijadikan jargon sindirian yakni, 'Movie box keluarga jadikan pemuda menuju berkeluarga'.
Betapa tidak, bila awal kedatangan pasangan muda- mudi ke tempat itu memang ingin melepas lelah, indikasi berbuat mesum terlihat jelas dari fasilitas yang disediakan pengelola. Di tempat itu pengunjung boleh nonton berduaan bersama pasangan. Bisa dibayangkan dengan keleluasaan bisa saja akan merubah tujuan awal kedatangan, menjadi ajang untuk berbuat dosa dengan melakukan perbuatan laksana orang yang sudah sah atau berkeluarga.
Perkembangan movie box sudah mulai menjamur dibeberapa wilayah di Kota Pekanbaru diantaranya, di komplek pertokoan Mal SKA, Jalan SM Amin, Jalan Cempedak, Jalan Kaharudin Nasution, Komplek Grand Elite dan lainnya. Anehnya, menurut data yang dihimpun meski belum mengantongi izin, movie box semakin hari terus bertambah. Bahkan saat masalah dikonfirmasi kepada instansi terkait didapatkan informasi hanya satu di antara movie yang disebutkan mengantongi izin.
Lantas selebihnya bagaimana? Apakah bila tak mengantogi izin pemerintah masih akan membiarkan hiburan menjalankan operasionalnya, atau akan diberi sanksi tegas? Hanya mereka yang bisa menjawab. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan memang terlihat selalu dipadati pengunjung, terutama dari pasangan muda- mudi.
Saat pertama masuk, pengunjung disuguhkan beberapa pilihan tayangan filem yang akan ditonton, kemudian kasir akan mengantar calon penonton ke ruangan yang sengaja dibuat seperti kamar.
Di dalam disediakan TV layar berukuran besar dipadu dua buah speaker, menambah kesan layaknya bioskop guna memberikan efek suara dari film yang diputar.
Selain itu didalamnya juga disiapkan kursi sofa lengkap dengan meja buat meletakkan menu makanan dan minuman yang akan dipesan penonton. Kemudian bila ditempat karaoke keluarga ada terlihat celah kecil atau katakanlah lubang yang bisa untuk mengintip kegiatan di dalam. Di tempat ini berbeda, karena tak satu pun terlihat pintu, dan juga bisa dikunci dari dalam dengan lampu yang bisa dipadamkan sesuai keinginan.
Begitu juga segi pengawasan, selama penelusuran pihak pengelola tidak ada satu pun yang mengawasi kegiatan di dalam ruangan. Karyawan hanya sesekali datang saat mengantarkan pesanan makanan dan minuman kepada penonton dalam ruangan.
Bila demikian, apakah salah kalau movie box sering diduga digunakan menjadi tempat mesum? Diharapkan peran pemerintah, terutama instansi terkait selalu mengawasi terkiat operasional maupun izin peruntukannya. Sebelum moral masyarakat Pekanbaru menjadi rusak, terutama bagi pemuda generasi bangsa. Bila terbukti dugaan yang dilakukan, tentu saja jelas berbanding terbalik dengan visi Pekanbaru menjadi Kota Metropolitan Madani. ***