JAKARTA (HR)-Setelah menyatakan mundur dari jabatan Ketua DPR RI, politikus Partai Golkar Setya Novanto, kembali membuat manuver. Kali ini, ia merotasi sejumlah jabatan di Fraksi Partai Golkar DPR RI. Langkahnya itu mengundang lahirnya kecaman dari internal partai. Partai berlambang pohon beringin itu pun makin kisruh.
Seperti diketahui, Setya Novanto memang ditunjuk pengurus Partai Golkar versi Munas Bali, untuk menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR RI.
Perihal perombakan di lingkungan pimpinan FPG dan alat kelengkapan Dewan,
termaktub dalam surat Nomor: SJ.00.686/FPG/DPRRI/I/2016 tertanggal 4 Januari 2016, yang ditujukan Setya Novanto kepada pimpinan DPR. Surat itu berisi penetapan pengurus FPG DPR RI.
Dalam surat itu, Novanto mencopot Bambang Soesatyo dari kursi Sekretaris FPG DPR. Sebagai gantinya Novanto menunjuk Aziz Syamsuddin jadi Sekretaris FPG yang baru. Selain itu, Setnov, panggilan akrabnya, juga mencopot Ahmadi Noor Supit dari kursi Ketua Banggar. Sebagai gantinya, Wakil Ketua MKD dari Golkar Kahar Muzakir ditunjuk jadi Ketua Banggar. Sedangkan untuk posisi Bendahara FPG dipercayakan kepada Robert Joppy Kardinal.
Dalam surat itu, Novanto juga memberitahukan dirinya telah ditunjuk jadi Ketua FPG DPR oleh DPP Golkar hasil Munas Bali per 23 Desember 2015. Pihaknya meminta DPR segera mengukuhkan nama-nama tersebut melalui SK DPR RI yang disahkan pimpinan DPR.
Tak ayal, manuver Setnov itu pun mengundang kecaman dari internal Golkar sendiri. Salah satunya datang dari Agun Gunanjar Sudarsa. Ia mengecam pergantian pengurus FPG tersebut karena dinilai tak sesuai aturan.
"Ikuti aturan-aturan ketentuan UU Parpol. Kalau partainya masih kisruh, ya tunggu dulu sampai selesai kisruhnya. Jangan gegabah. Golkar ini partai modern kok kelakuannya kaya anak kampung saja," kecamnya, Rabu (6/1).
Menurut Agun pergantian ketua fraksi dan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) tidak semudah membalik telapak tangan. Ada mekanisme yang mengatur hal tersebut.
"Pergantian ketua fraksi di DPR itu bukan pergantian direktur perusahaan atau direktur CV, ini menyangkut institusi lembaga negara. Jadi pergantian seluruh fraksi di DPR harus memenuhi ketentuan UU MD3, UU Partai Politik dan ketentuan tatib dewan," tegasnya.
Agun mengingatkan, bahwa pergantian pimpinan fraksi harus diputuskan saat rapat paripurna sedangkan untuk pergantian pimpinan AKD adalah kewenangan intern AKD sendiri. Keputusan pergantian pimpinan AKD diambil dalam sidang internal yang diikuti kelengkapan dewan yang terkait. Sidang pergantian pimpinan tersebut dipimpin oleh ketua kelengkapan dewannya.
Kecamatan juga datang dari Ketua DPP Golkar Munas Ancol Ace Hasan. Lebih spesifik, ia menyorot kebijakan Setnov menunjuk Kahar Muzakkir sebagai Ketua Banggar. Ia menilai, kebijakan itu semacam balas budi mantan Ketua DPR itu terhadap Kahar.
"Sangat jelas sekali karena Pak Kahar merupakan pembela utama Pak Novanto di MKD kemarin," ujarnya.
Posisi Ketua Banggar DPR sangatlah penting. Ace menduga Novanto juga punya misi khusus dengan menempatkan orang dekatnya di Badan Anggaran DPR menjelang pembahasan APBN-P 2016. "Misi itu jelas karena itulah menjadi rebutan di posisi itu," tambahnya.
Lebih dari itu, menurut Ace Hasan, manuver Novanto semakin memanaskan kisruh Golkar.
Ia melihat ada aroma perseteruan kubu Ade Komarudin dan Setya Novanto di DPR, dan ini buruk bagi citra Golkar.
"Kubu Novanto dan Kubu Akom ini sebenarnya menunjukkan rendahnya kualitas kepemimpinan atau leadership Partai Golkar," tutur eks anggota DPR itu.
Pertanyaan juga dilontarkan juru bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga. Sama dengan Ace, ia juga menyorot penunjukan Kahar selaku Ketua Banggar.
"Partai Golkar harus melihat kompetensi dan integritas siapa pun kader-kader partai yang menempati posisi-posisi strategis. Memang sosok itu kan kontroversial terkait kasus terakhir di MKD," ujarnya.
Ia juga menyesalkan manuver Novanto yang justru membuat gaduh internal Golkar. Apalagi saat ini sedang proses rekonsiliasi dua kubu yang sedang bertikai. "Bagi poros muda dalam situasi begini sebaiknya tidak ada langkah-langkah yang dilakukan oleh siapapun yang justru menambah gaduh dan semakin meningkatkan eskalasi konflik partai Golkar," tuturnya.
Nonton Saja
Terkait manuver Setnov itu, politikus Golkar kubu Agung Laksono, Amali, mengatakan pihaknya akan menonton saja perkembangan itu. "Kita menonton saja. Makin ramai kekisruhan di Golkar, makin kasihan partai ini," ujarnya.
Amali menyayangkan perombakan fraksi ini dilakukan di tengah proses rekonsiliasi untuk menggelar munas bersama. Perombakan fraksi yang dilakukan Novanto ini justru semakin menurunkan citra Golkar. Apalagi saat ini tak ada kepengurusan Golkar yang memiliki surat keputusan (SK) Kemenkumham.
"Sekarang ini tak ada satu kepengurusan DPP yang punya legalitas. Ini harus diperhatikan," sebut Anggota Komisi VIII DPR itu.
Lanjutnya, dia menekankan pelaksanaan musyawarah nasional (Munas) menjadi solusi penyelesaian konflik Golkar. Bila munas tak dilakukan secepatnya, ia memprediksi Golkar semakin terpuruk.
"Partai Golkar akan semakin terpuruk kalau tidak segera munas. Hanya munas bersama sebagai satu-satunya jalan menyelesaikan perselisihan," paparnya.
Terpisah, Wakil Pimpinan DPR, Agus Hermanto, mengaku pihaknya belum menerima belum menerima surat penunjukan Novanto menjadi ketua fraksi. "Belum ada surat itu. Nggak tahu ya kalau dalam masa reses ini," ujarnya.
Agus kemudian menyebutkan surat yang ia terima dari Partai Golkar baru soal pengganti ketua DPR. "Tapi surat pergantian yang lain yang disebutkan tidak ada," sambungnya. (bbs, dtc, kom, ral, sis)