JAKARTA (HR)- Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II, Richard Joost Lino, kembali dimintai keterangannya oleh penyidik Bareskrim Polri, Rabu (6/1). Lino diperiksa selama kurang lebih tiga jam, terkait dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di perusahaan yang pernah dia pimpin tersebut.
Usai menjalani pemeriksaan, Lino yang mengenakan baju putih, tidak banyak berbicara kepada awak media. Didampingi kuasa hukumnya, Frederich Yunadi, Lino terus berjalan keluar menuju gerbang Markas Besar Polri, meski wartawan berusaha memberondongnya dengan beragam pertanyaan.
Petugas kepolisian pun turut mengawalnya ketika hendak meninggalkan lokasi. Lino hanya sesekali menjawab pertanyaan wartawan dengan singkat.
"Sangat menyenangkanlah, rileks sekali kok," ujar Lino sambil terus berjalan.
Ketika ditanyai soal kasus-kasus yang menyeret namanya, dia hanya mengatakan "sebagai warga negara yang baik saya menghormati."
Seperti diketahui, saat ini Lino dikaitkan dalam dua kasus yang berbeda. Berstatus sebagai saksi di Bareskrim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyematkan status tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane.
Meski tak bersedia menjawab pertanyaan secara gamblang, Lino sempat sempat curhat soal kasus yang kini ditangani KPK. "Yang jelas saya mau bilang gini, di KPK ini, coba Anda bayangkan. Lelang sudah 10 kali dari tahun 2007 sebelum saya masuk. Saya masuk 2009, baru saya putusin itu," ucap Lino.
Karenanya, Lino merasa lucu jika ada yang menganggap dia merugikan uang negara. "Lucu kalau saya dituduh merugikan negara, lelang itu udah 10 kali lelang coba dari tahun 2007. Masyarakat nunggu kapal dua minggu, ongkos angkut Rp6,5 juta," ucap Lino.
Tak lama setelah Lino selesai diperiksa, penyidik yang menangani kasusnya terpantau meninggalkan gedung Bareskrim. Mereka adalah Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Komisaris Besar Agung Setya dan Kepala Subdirektorat Pencucian Uang Komisaris Besar Golkar Pangarso.
Keduanya enggan berkomentar ketika ditanyai soal pemeriksaan tersebut. "Nanti saja ya, saya ditunggu ada rapat," kata Agung sebelum berangkat menaiki mobil van hitam.
Dalam kasus mobile crane, penyidik menduga telah terjadi pidana korupsi lantaran alat-alat berat itu ditemukan mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Semua alat itu seharusnya dikirim ke delapan pelabuhan berbeda di Indonesia. Polisi juga telah melakukan uji fisik terhadap 10 mobile crane tersebut. Meski dibantah, penyidik menyebut alat-alat itu tidak mampu mengangkat beban yang disiapkan dalam pengujian. (bbs, cnn, tem, ral, sis)