JAKARTA (HR)-Presiden Joko Widodo disarankan untuk membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. hal itu disebabkan statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi serta respon masyarakat yang negatif. Apalagi, diketahui bahwa pencalonan Budi Gunawan bukanlah atas inisiatif Presiden Joko Widodo.
Hal itu dilontarkan Ketua tim independen untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, Syafii Maarif, usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (28/1).
Selain itu, Buya Syafii Maarif juga membeberkan, bahwa saat ini Presiden Jokowi dalam kondisi terbebani akibat persoalan ini. "Ini harus cepat, karena situasi mendidih. Tadi dijawab iya.
Dia banyak bebannya," ujarnya.
Dikatakan, Tim independen atau yang disebut Tim 9, meminta Jokowi segera bertindak terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Dalam pertemuan tersebut, Tim 9 menyorongkan empat opsi kepada Jokowi, yang semuanya intinya membatalkan pencalonan Komjen Budi.
"Kami juga bicara dengan Setneg dan Seskab, harus cepat," kata Syafii.
Ketika ditanya dari mana tekanan yang dirasakan Jokowi, Syafii mengatakan secara umum berasal dari partai pendukung. "Saya tak bisa menyebut partainya. Memang berat ini. Pak Jokowi ini diusung partai, tapi dia bukan tokoh partai. Saran saya dia kan dipilih rakyat, jadi utamakan rakyat," ujarnya lagi.
Bukan Inisiatif Jokowi
Selain itu, Syafii Maarif juga mengungkapkan, bahwa pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, bukanlah inisitiatif dari Jokowi. Menurutnya, Jokowi tidak pernah mengajukan inisiatif nama mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu.
"Jujur, itu sebetulnya pengajuan BG bukan inisiatif Presiden," tambahnya.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menyatakan, informasi yang didapatnya ini cukup valid. Namun, saat didesak untuk mengungkap siapa yang mengusulkan nama Budi, pria yang akrab disapa "Buya" itu mengelak.
"Saya tak mau menyebut nama. Itu sudah rahasia umum, Anda harus tahu itu. Saya harus jaga hubungan baik dengan orang-orang itu," kata Syafii.
Menurut dia, saat ini yang menjadi masalah bagi Jokowi adalah diloloskannya Budi oleh DPR . Tim independen menginginkan Budi mundur sebagai calon kepala Polri. Namun, dia khawatir Budi tidak mau mundur. "Sekarang persoalannya kalau dia tidak mau mundur? Ya dia nyusun kekuatan," ungkap Syafii.
Sebagai solusi untuk calon Kapolri tersebut, tim independen sudah menyerahkan sejumlah nama untuk calon Kapolri baru.
"Ada beberapa nama, saya tidak mau ungkap di sini. Ada Pak Oegro (mantan Wakapolri Komjen Oegroseno) tahu yang bintang-bintang tiga baik itu masih ada," tambahnya.
Namun Oegroseno enggan mengungkap nama-nama itu. Menurutnya, yang berhak mengajukan kandidat calon Kapolri baru adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). "Saya tidak berwenang," ujarnya.
Oegro yang kini masuk sebagai anggota tim independen ini hanya membandingkan proses seleksi calon kapolri saat masa kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Dia menyatakan, saat itu semua bintang dua, tiga, dan empat melakukan psikotes dan assessment yang sama.
"Jadi semua perwira baguslah, yang terpenting sekarang organisasi polisi bisa tetap berjalan. Meski sekarang belum ada kepastian, anggota tetap harus bekerja," imbuh dia.
Oegro pun menyadari bahwa tidak adanya pimpinan Polri yang definitif akan berdampak negatif bagi institusi. "Rumah tangga aja kan ada kepala rumah tangga, kantor pos ada kepalanya. Kalau sekarang jalan tanpa kepala gimana?" ujarnya balik bertanya.
Tak Ada Keppres
Meski diberi wewenang memberi masukan, namun kinerja Tim 9 diprediksi tidak bisa berjalan maksimal. Hal itu disebabkan Presiden Jokowi tidak menandatangani Keppres untuk meresmikan tim tersebut.
Meski demikian, menurut Jimly Asshidiqqie, yang merupakan salah satu anggotanya tetap akan memberi masukan ke Presiden Jokowi meski ada konsekuensinya.
"Konsekuensi tidak di-Keppres-kan tentunya kita tidak bisa masuk ke KPK atau Polri. Tapi kita kan juga bisa mengakses lewat sumber-sumber lain," ujarnya.
Jimly mengakui, tidak adanya Keppres itu, sudah dibahas anggota tim. Hal itu perseteruan antara KPK dan Polri kali ini jauh lebih kompleks dari 'cicak vs buaya jilid I dan II'.
"Masalah kali ini jauh lebih kompleks ya jadi tak sesederhana di-Keppres-kan saja. Sehingga kita lebih harus menstabilkan lembaga yang sudah ada seperti Wantimpres. Kita kerja tak perlu formal yang penting tetap bisa memberikan usulan," kata Jimly.
Ketua DKPP ini juga menyatakan bahwa pemberian usulan kepada Presiden tak sebatas hanya kasus KPK-Polri saja. Jika suatu saat ada hal lain yang dibutuhkan Presiden Jokowi untuk mendapat masukan, maka kesembilan tokoh senior siap dipanggil. "Untuk sekarang belum ada Keppres. Untuk nanti kan siapa tahu," sebut dia. (bbs, dtc, kom, viv, sis)