JAKARTA (HR)-Selain mendapat banyak sorotan, rencana pemerintah menerapkan dana ketahanan energi seiring dengan diturunkannya harga bahan bakar minyak, juga diprediksi akan menimbulkan masalah baru. Pasalnya, jadwal pemberlakuan harga bahan bakar minyak baru yang sudah mengalami penurunan, terancam bakal diundur.
Seperti diketahui, belum lama ini pemerintah telah menetapkan bahwa penurunan harga BBM akan diberlakukan mulai 5 Januari 2016 mendatang.
Sedangkan penetapan dana ketahanan energi disesuaikan dengan penurunan harga BBM yang sudah diumumkan pemerintah. Pemerintah akan memungut dana ketahanan energi dari harga jual BBM jenis premium dan solar masing-masing Rp200 per liter dan Rp300 per liter.
Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, jika kebijakan pungutan dana ketahanan energi mundur, maka penurunan harga BBM pada 5 Januari 2016 pun berpotensi mundur. Pengunduran ini berpotensi terjadi, lantaran akan menyesuaikan seluruh aturan terkait dana ketahanan energi.
Dikatakan, pihaknya saat ini tengah menggodok aturan baru sebagai pelengkap Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2014 untuk memungut dana ketahanan energi tersebut. Rencananya, pembahasan itu baru akan dilakukan hari ini.
"Pada 5 Januari bisa kita undur. Kan harga minyak itu katanya enggak boleh diserahkan ke pasar semata-mata. Kalau dianggap lebih baik diundur untuk menyelaraskan semua, ya bisa saja," terang Sudirman di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (29/12).
"Tapi kalau aturannya sudah siap, ya nanti kita jalankan," sambungnya.
Pada dasarnya, lanjut Sudirman, ide pemungutan dana ketahanan energi bisa berasal dari beberapa sumber selain dari penjualan harga BBM. Selain itu, dana ketahanan energi juga bisa berasal dari penghilangan subsidi tetap untuk solar yang saat ini sebesar Rp1.000 per liter, atau bahkan melalui pungutan kepada badan usaha khusus yang memang bisa diatur.
"Sebetulnya sumbernya macam-macam bisa dari APBN. Kalau ide ini disepakati Komisi VII, kemudian dibawa ke Banggar selesai juga itu bisa dialokasikan secara khusus. Ini adalah suatu proses menggelindingkan konsep yang sudah lama dibicarakan, tapi belum terlaksana. Jadi saya kira besok kita sudah siapkan presentasi proposal dan sebagainya. Setelah dibahas dengan Menko, Menkeu, Bappenas, kita akan coba jelaskan ke masyarakat," ujarnya.
Bakal Anjlok Lagi
Sementara itu, International Monetery Fund (IMF) memprediksi, harga minyak dunia masih berpotensi turun ke bawah level USD20 per barel, pada tahun 2016.
Dalam keterangan tertulisnya, IMF Executive Board Concludes 2015 Article IV Consultation with Iran, lembaga internasional tersebut menyebut harga minyak mentah berpotensi bisa anjlok ke kisaran USD5 hingga USD15 per barel.
IMF juga menyebutkan, anjloknya harga minyak tidak akan berdampak negatif bagi Iran. Di mana pendapatan domestik bruto (PDB) negara tersebut diproyeksi naik menjadi 5,5 persen pada 2017.
"Tingginya produksi minyak, rendahnya biaya perdagangan dan transaksi keuangan dan dipermudahnya akses investasi asing, diperkirakan akan meningkatkan PDB (Iran) sekira 4-5,5 persen tahun depan," jelas IMF, dilansir dari thetrenonline, Selasa kemarin.
Pada November, Iran yang merupakan negara dengan cadangan minyak terbesar ke empat di dunia, sudah memiliki 36 juta barel minyak dalam kapal tanker yang akan dijual di 2016.
Tapi, hal yang berbeda akan dialami Nigeria. Di mana dalam anggaran 2016 mematok harga minyak mentah USD38 per barel. Nigeria berencana meproduksi 2,2 juta barel per hari pada 2016, dengan demikian negara ini akan menghasilkan USD83,6 juta per hari, atau USD30,5 miliar pada 2016.
Tapi, jika harga minyak hanya USD20, Nigeria hanya akan menghasilkan UISD44 juta per hari, atau USD16,06 miliar pada 2016. Artinya, pendapatan minyak Nigeria anjlok 47,4 persen dari yang sudah ditetapkan.
Namun apa yang diungkapkan IMF ini berlawanan dengan keterangan Organisation of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Lembaga ini menyebutkan, harga minyak dunia yang melemah ke posisi terendah dalam tujuh tahun terakhir ini, akan segera mengalami kenaikan.
Sekretaris Jenderal OPEC Abdullah al Badri menyebut, harga minyak mentyah jenis brent sudah menyentuh level terendah sejak pertengahan 2014, yakni USD36 per barel.
"Saya sudah berada di industri minyak sepanjang hidup saya. Saya telah melalui enam siklus. Saya pernah melihat harga minyak menjadi sangat mahal. Saya juga pernah melihat harganya murah, dan ini salah satunya. Ini tidak akan berlanjut," ujarnya. (okz, sis)