PEKANBARU (HR)-Lebih sebulan pasca melakukan klarifikasi terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Jaksa dari Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci, Tim Pengawasan Kejaksaan Agung belum menghasilkan keputusan.
Hal tersebut diketahui karena Kejaksaan Tinggi Riau belum menerima tembusan keputusan proses klarifikasi yang dilakukan Tim Was Kejagung. "Belum ada (keputusan)," ungkap Asisten Pengawasan Kejati Riau, Jasri Umar, kepada Haluan Riau, Selasa (29/12).
Diakui Jasri, setelah melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap pelapor, terlapor, dan sejumlah saksi, beberapa waktu lalu, pihaknya akan menerima tembusan keputusan yang dihasilkan Tim Was Kejagung. "Biasanya ada tembusannya ke sini (Kejati Riau,red). Namun hingga kini, kita belum terima tembusannya," tukas mantan Kepala Kejaksaan Negeri Purworejo tersebut.
Untuk diketahui, proses pengumpulan bukti-bukti serta keterangan terkait kasus ini telah dimulai Tim Was Kejagung sejak medio November 2015 lalu.
Dalam kasus ini, setelah sejumlah Jaksa dari Kejari Pangkalan Kerinci diperiksa Tim Was Kejagung RI, diantaranya, Adnan selaku Kajari Pangkalan Kerinci dan H Romi Rozali selaku Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pangkalan Kerinci. Romi sendiri diketahui merupakan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan kasus korupsi yang menyeret 9 orang sebagai pesakitan.
Kedua nama di atas, saat dikonfirmasi kala itu, membantah telah meminta sejumlah uang yang disebut-sebut senilai ratusan juta rupiah. Bahkan, Adnan menyebut kalau laporan yang masuk ke Kejagung tersebut, ditengerai faktor sakit hati para terdakwa (kini terpidana,red).
"Namanya orang sakit hati. Bisa aja," ungkap Adnan usai menjalani pemeriksaan kala itu.
Sementara itu, juga terdapat dua anggota JPU perkara tersebut yang turut diperiksa, yakni Muhammad Amin dan Deby Rita Afrita. Keduanya, juga membantah telah 'memeras', agar para terdakwa mendapat keringanan pada tuntutan JPU."Aku aja bepergian masih naik Superben," jawab Deby kala itu.
Sehari berselang, proses klarifikasi dilanjutkan dengan meminta keterangan 8 orang lainnya juga menjalani pemeriksaan, dimana lima orang diantaranya merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan Puskesmas Rawat Inap di Teluk Meranti. Dua orang lainnya merupakan saksi yang diduga mengetahui perkara tersebut, dan sisanya merupakan pihak pelapor.
Seperti diwartakan sebelumnya, sebanyak 9 orang divonis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan Puskesmas Rawat Inap itu. Empat diantaranya yakni Arbainayati, Maria Tri Susilowati dan Yulika Kuala serta Syamsari divonis 3 tahun 6 bulan kurungan penjara. Keempatnya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta atau bisa diganti dengan subsider 2 bulan kurungan penjara.
Sementara 5 terdakwa lainnya yakni Endang Hotib, Asmi, Idil Putra, Dame Saputra dan Lukman dijatuhi hukuman pidana penjara masing masing selama 4 tahun, denda Rp50 juta atau subsider 2 bulan penjara.
Amar putusan yang dibacakan majelis hakim yang diketuai JPU Tobing, menyebutkan, kesembilan terdakwa dijerat Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Aksi mereka bermula dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2009 dan 2010 melalui Dinas Kesehatan (Diskes) Riau sebesar Rp3 milyar lebih. Usai dana cair, proyek tak kelar bahkan ambruk. Negara dirugikan Rp2,3 miliar berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau.
Kasus ini pun ditangani oleh Polres Pelalawan dan kemudian dilimpahkan ke Bidang Pidana Khusus Kejari Pangkalan Kerinci yang kala itu dikomandani Romi Rozali. Selain Romi Rozali, juga terdapat nama Debbi Rita Afrita dan M Amin, yang masuk dalam daftar Jaksa Penuntut Umum (JPU) di yang melakukan tugas penuntutan di persidangan.
Belakangan, tersiar kabar ada oknum Pejabat Kejari Pangkalan Kerinci yang diduga melakukan pemerasan terhadap keluarga terdakwa itu. Terdakwa yang tak terima pun dikabarkan melaporkan aksi itu ke Tim Pengawasan Kejagung.(dod)