Telah berulang kali pesta demokrasi berlangsung di Indonesia, mirisnya partisipasi pemilih terus bertahan bahkan menurun. Jika kita bandingkan jumlah suara calon yang terpilih dengan jumlah orang yang tidak menyalurkan hak pilih atau yang disebut golongan putih, tergambar lebih banyak Golput dibanding jumlah pemenang pemilu.
Kita ambil dari hasil Pilkada serentak di beberapa daerah yang baru saja berlangsung, rata-rata parisipasi 60 persen. Calon pemenang paling hebat bisa mendulang 60 persen dari total suara sah. Jika kita hitung secara matematis, 40 persen dari total DPT tergambar lebih besar dibanding 60 persen suara total pemilih. Jelas sudah Golputlah pemenang Pilkada.
Memang banyak fakor yang menyebabkan kondisi ini tercipta, masyarakat tidak lagi percaya dengan para pemimpin yang dihasilkan dari pesta demokrasi sebelumnya. Fakta di lapangan terlalu banyak penyimpangan atau sikap pemimpin yang tidak sesuai dengan harapan. Sebelum pesta demokrasi banyak calon mengumbar janji, memberikan harapan dan berjanji akan mengedepankan kepentingan rakyat. Upaya ini menggugah masyarakat menginginkan perubahan, sayang ekspektasi masyarakat terhadap pemimpin baru tidak terwujud. Sebaliknya masyarakat hanya menyaksikan ulah pemimpin yang cenderung mengedepankan kepentingan golongan.
Selain itu, menurut penulis masyarakat merasa lebih mementingkan urusan dapurnya, atau kepentingan lain dibanding meluangkan waktu berangkat ke TPS. Apalagi bagi warga yang tempat tugasnya jauh dari tempat ia berdomisili sesuai identitas kartu penduduk yang ia pegang.
Lagi-lagi ini terjadi akibat masyarakat merasa tidak begitu penting akan siapa pun yang jadi pemimpin. Mereka berucap siapa pun yang memimpin daerah atau negeri ini, mereka akan tetap menjalani profesinya masing-masing, tanpa menyadari akan kepentingan bersama dalam pembangunan atau pun kebijakan apa yang akan diambil oleh pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan.
Perlu disadari, regulasi yang ditetapkan oleh pemimpin secara sistemik memiliki dampak besar terhadap kepentingan bersama, kepentingan semua komponen masyarakat, atau kepentingan bagi setiap manusia yang menjalani profesinya masing-masing.
Di lain sisi, sebagai penyelenggara pemilu selalu memiliki alasan, jika partisipasi pemilih jauh dibawah target yang ditetapkan. Seperti banyaknya orang yang belajar ke luar kota, kerja di luar kota, masih data penduduk ganda, dan orang yang meninggal namun masih ada dalam DPT.
Meski dalam pilkada terakhir ada tim pemuktahiran data yang door to door melakukan pendataan, namun masalah itu masih juga jadi alasan bagi penyelenggara pemilu. ***