PADANG (HR)-Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat, Muslim Kasim-Fauzi Bahar (MK-Fauzi) tidak menerima hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar yang telah memenangkan pasangan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit.
Pasalnya MK-Fauzi melihat ada persoalan pada ijazah yang digunakan Nasrul Abit
Bawaslu untuk mencalonkan diri. Diduga ijazah tersebut palsu. Pada sisi lain, Banwasalu Sumbar memutuskan dugaan ijazah palsu, Nasrul Abit tidak benar.
Melalui tim suksesnya, MK-Fauzi mengadukan persoalan dugaan ijazah palsu itu tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Dalam hal ini Nasrul Abit dilaporkan dengan dugaan penempatan keterangan palsu pada dukumen otentik berupa ijazah. "Ya, kita melapor ke Bareskrim Mabes Polri," kata Muslim Kasim.
Menurut Muslim, yang melapor timsesnya, Yusak David dan diterima perwira siaga, Samosir.
Laporan itu terdaftar dengan nomor TBL/910/XI/2015/Bareskrim. Menanggapi itu, Calon Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit menyatakan akan melayaninya dengan tenang, kepala dingin dan hati-hati serta menyiapkan semua saksi dan dokumen yang diperlukan.
Pada bagian lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar memutuskan laporan MK-Fauzi terhadap paslon nomor urut 2 Irwan Prayitno -Nasrul Abit (NA) tidak termasuk pelanggaran pemilihan.
Ketua Bawaslu Sumbar Elli Yanti mengatakan, dari hasil klarifikasi dan kajian Bawaslu menyimpulkan dugaan pemakaian ijazah palsu oleh NA tidak terbukti pelanggaran pemilihan.
"Kita kan sudah klarifikasi kedua belah pihak, dan termasuk juga para saksi baik terlapor maupun pelapor. Nah dari hasil pengkajian tersebut lalu kita putuskan," ungkapnya, Senin (21/12).
Anggota Bawaslu Divisi Penanganan Pelanggaran Aermadepa juga menjelaskan, kesimpulan Bawaslu tersebut untuk dugaan ijazah palsu karena bukti baru yang disampaikan pelapor dan saksi dari mantan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pessel tahun 2010 Bustanul Arifin tidak terbukti adanya pelanggaran atau dugaan ijazah palsu.
Menurutnya, hasil kajian dari Bustanul seperti ada yang ditambah. Ia mengatakan, hasil kajian panwaslu yang asli hanya ada 5 halaman sedangkan hasil kajian dari Bustanul ada 6 halaman yang menurutnya ada poin yang ditambah dan hasil kajiannya juga berbeda.
Selain itu, hasil kajian dari Bustanul juga lemah karena yang menyampaikan hanya dirinya sendiri, sedangkan dua mantan Panwaslu yang 2010 lagi mempunyai rekomendasi yang berbeda, dan dua orang mantan Panwaslu tersebut juga tidak menyetujui kajian yang dikeluarkan oleh Bustanul.
Hasil kajian yang disampaikan oleh Bustanul saat jadi saksi di Bawaslu 17 Desember 2015 berbunyi, merekomendasikan kepada KPU Pessel untuk memperbaiki syarat administrasi calon Bupati Nasrul Abit pada pilkada 2010.
Namun demikian, Bustanul mengaku tidak pernah membuat berita acara tentang klarifikasi yang dilakukan kepada pihak terkait. Baik klarifikasi pada pihak sekolah, mau pun terhadap NA sendiri. Hal itu kemudian juga dijadikan pertimbangan oleh Bawaslu Sumbar dan menduga hasil kajiannya palsu. "Hasil kajiannya diduga palsu, dan akhirnya dilaporkan Nasrul Abit ke Polda," ujar Aermadepa.
Sementara itu, terkait pelantikan Kepala RSUD Pariaman oleh IP juga bukan merupakan pelanggaran pilkada. Ia mengatakan putusan Bawaslu tetap seperti yang pernah dilaporkan dulu, karena pelapor tidak ada memasukkan bukti baru. Selain itu, pertimbangannya, dalam UU Pilkada pengertian petahana adalah orang yang yang sedang menjabat, kemudian ditetapkan sebagai calon. Sementara saat IP melakukan pelantikan, ia belum ditetapkan sebagai calon. (h/mg-rin/sgl)