YOGYAKARTA (HR)-Kabar duka kembali datang dari dunia dirgantara di Tanah Air. Hal itu setelah satu pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara jenis T-50i Golden Eagle, jatuh saat menjalani sesi aerobatik pada acara Gebyar Dirgantara 2015 di Lanud Adi Sucipto, Yogyakarta, Minggu (20/12).
Peristiwa itu terjadi tiba-tiba. Beberapa saat sebelum jatuh, pesawat sempat melakukan aksi terbang rendah di atas ribuan penonton. Begitu pesawat jatuh, kegiatan pun langsung dihentikan. Musibah itu sekaligus mengakibatkan dua pilot yang menerbangkan pesawat itu,
Pukau
Letkol Pnb Marda Sarjono dan Kapten Pnb Dwi Cahyadi, tewas .
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Dwi Badarmanto mengatakan, sebelum jatuh, kedua pilot lulusan terbaik di AU tersebut sempat memukau pengunjung dengan melakukan atraksi aerobatik.
"Pesawat jatuh setelah sebelumnya melaksanakan manuver low pass (terbang rendah) di atas ribuan pengunjung," ungkapnya.
Hingga saat ini, musibah itu masih menyisakan pertanyaan. Pasalnya, kedua pilot tidak sempat menggunakan kursi pelontar. Alat ini sudah merupakan peralatan standar bagi pilot yang menghadapi saat-saat krisis.
Terkait hal itu, Danlanud Adisutjipto Yogyakarta, Marsekal Pertama TNI Imran Baiduris memastikan, pesawat latih tempur T-50i dilengkapi ejection seat atau kursi lontar. Namun, hingga pesawat itu jatuh, pilot tak sempat menggunakan kursi lontar untuk menyelamatkan diri.
"Sampai saat terakhir, sepertinya tidak sampai digunakan," ujarnya.
Mengenai ketinggian pesawat, lanjutnya, T-50i berada di 500 kaki hingga 15.000 kaki. "Kira-kira karena mereka memang bermain minimal, ketinggian base-nya 500 feet hingga 15.000 feet," urainya.
Ditambahkannya, pesawat itu hancur setelah jatuh, meledak dan akhirnya terbakar. Pesawat baru meledak saat bersinggungan dengan tanah, tidak saat berada di udara.
"Kami tidak melihat ledakan di udara. (Ledakan) terjadi (merupakan) impak dengan tanah sehingga terjadi kebakaran," tambahnya.
Imran menuturkan, kecelakaan itu terjadi setelah pesawat bermanuver sekitar 15 menit. Kecelakaan menewaskan dua pilot di dalamnya dan tidak ada korban luka lainnya. "(Lokasi kecelakaan) Jauh dari permukiman warga," ungkapnya, atau tepatnya di selatan Lanud Adisutjipto atau sebelah timur halaman AAU.
Tunggu Hasil Investigasi
Ditambahkan Dwi Badarmanto, saat ini pihaknya masih melakukan investigasi untuk memastikan penyebab terjadinya musibah itu. Hasil investigasi itu juga akan menentukan bagaimana nasib 15 unit pesawat serupa lainnya. Pesawat yang terjatuh ini masuk bagian dari Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Madiun.
"Ya itu perlu tunggu hasil tim investigasi. Kami masih menyelidiki. Apakah terus dilanjutkan atau bagaimana," terangnya.
Menurutnya, sejauh ini belum ada kebijakan dari pimpinan TNI terkait T-50i Golden Eagle. Namun, dijelaskannya, semua yang terkait mesti menunggu hasil penyelidikan tim investigasi.
Ada lima aspek yang akan dikaji dalam proses penyelidikan oleh tim investigasi yaitu manusia, mesin/peralatan, media, misi (tujuan), dan manajemen. "Karena kita akan mengkaji 5M itu kan. Satu persatu. Perlu proses. Karena itu (penyelidikan) tak ada batasnya," sebutnya.
Untuk diketahui, T-50i Golden Eagle merupakan pesawat tempur latih yang dimiliki TNI AU dan tergolong baru. Pesawat buatan Korean Aero Industries (KAI) Korea Selatan ini disiapkan untuk menggantikan Hawk MK-53. Kehadiran T50-i ini dilakukan Kementerian Pertahanan dengan membeli satu skadron dari KAI.
Setelah didatangkan pada 2013 lalu, pesawat-pesawat tempur latih ini ditempatkan di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.
Bila dirinci, musibah yang terjadi Minggu kemarin, merupakan insiden ketiga bagi pesawat buatan Korea Aerospace Industries tersebut. Dua kecelakaan pada pesawat yang terbang perdana pada 2002 ini terjadi di Korea Selatan.
Golden Eagle pertama yang kecelakaan adalah varian akrobatik T-50B yang menabrak gunung di Hoengseong pada 15 November 2012. Saat itu pesawat tengah dipakai berlatih oleh Kapten Kim Wan-hee dari tim akrobatik angkatan udara Korea, Black Eagles. Kapten Kim tewas dalam kecelakaan tersebut.
Penyelidikan menyebutkan jet latih itu kecelakaan akibat kesalahan manusia, yakni kru perawatan yang lupa mencabut kabel perbaikan sehingga sistem yang mengontrol gerak vertikal pesawat tidak berfungsi.
Insiden kedua terjadi dekat pangkalan udara di Gwangju pada 28 Agustus 2013. Jatuhnya Golden Eagle ini menewaskan kedua penumpangnya, Mayor Noh Se-gwon dan Kapten Chung Jin-gyu.
Ketika itu angkatan udara Korea Selatan dalam siaran persnya menyebut penyelidikan terhadap rekaman data dan percakapan penerbangan menunjukkan tak ada masalah pada mesin, kokpit, dan sistem kursi pelontar.
Dikutip dari indomiliter.com, pesawat T-50i Golden Eagle masuk dalam kelompok penempur taktis. Pesawat dari 'keluarga' T-50 ini mendapat predikat lighweight multirole fighter.
TNI AU membeli T-50i untuk mengganti pesawat Hawk MK-53 yang dioperasikan di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi dan sudah 35 tahun menjaga langit Indonesia.
Hadirnya pesawat T-50i melengkapi keberadaan Hawk 109 dan Hawk 209 sebagai jet tempur lapis kedua. Khusus untuk T-50-i juga digunakan sebagai lead in fighter trainer atau jet latih lanjut bagi calon penerbang tempur, seperti Sukhoi dan F-16.
Pesawat T-50i mampu terbang dengan kecepatan 1.600 kilometer per jam. Disebut juga jet serang ramping dengan spesifikasi panjang 43 kaki, lebar sayap 31 dan tinggi 16 kaki.
Saat ini TNI AU memiliki 16 unit T-50i yang memperkuat Skadron Udara 15. Pesawat-pesawat T-50i sudah tampil dalam beberapa acara kedirgantaraan seperti HUT TNI, latuan gabungan TNI dan Airshow lainnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)