Pesta demokrasi Pilkada serentak baru saja usai di Negeri Seiya Sekata. Meski, masyarakat masih menunggu pengumuman resmi dari otoritas penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum hingga tanggal 16 Desember mendatang.
Kendati demikian, kedua pasangan calon yang bertarung, baik dari kubu Harris-Zardewan (HAZA) dan Zukri-Anas (ZA), saling klaim telah memenangi pertarungan tersebut. Tentu, usai Pilkada banyak menyisahkan aneka cerita, lucu, sedih hingga dilema.
Terlebih, sistem masyarakat langsung yang mencoblos menentukan pemimpin lima tahun ke depan ini, banyak menimbulkan moderat ketimbang manfaat. Dari efesiensi anggaran, jelas Pilkada langsung tak sedikit uang rakyat terkuras habis, di Pelalawan saja hingga Rp21 miliar.
Pun begitu, usai helat, banyak menimbulkan selisih paham antar kedua kubu. Meski hanya sekedar gesekan kecil yang tak berujung menjadi petaka, tapi setidaknya akibat Pilkada langsung ini, banyak hati yang tergores hingga tersakiti.
Pasalnya, para tim sukses kedua paslon yang memaksakan kehendak untuk mencoblos pilihannya, dengan berbeda pendapat ini membuat ikatan silahturahmi menjadi ternoda. Begitu pula, pil pahit yang harus dihadapi oleh mereka para abdi negara, pilihan langsung membuat mereka dilema.
Bisa-bisa, posisi terancam hingga terbuang jauh. Juga, menjadi dendam politik terhadap desa dan kampung yang tak sukses memenangi paslon yang bercokol, maka sudah barang tentu desa ini sedikit terabaikan dari sentuhan program.
"Dendam politik oleh pemimpin yang memenangi pertarungan ini terhadap negeri yang tak meraup suara banyak alias kalah, maka ini pasti terjadi. Sudah bukan rahasia umum lagi, desa yang kalah konsekwensi politiknya sedikit terabaikan dalam urusan program prioritas. Sudah banyak contoh sederhanya dalam kejadian ini," celoteh Mangkuto, bersama masyarakat bebual-bebual kosong usai pilkada serentak, Jumat (11/12).
Jadi, sebaiknya pilkada memilih Bupati hingga gubernur sebaiknya dipilih oleh wakil rakyat nan duduk di parlemen itu saja. Agar gesekan kecil yang menjadi bunga pertikaian ini tak terjadi. Karena, slogan siap kalah dan siap menang hingga dewasa dalam berpolitik itu, hanya sekedar slogan. Tidak arif dalam pelaksanaannya. Fakta dilapangan, tetap saling klaim yang terjadi.
"Cukup presiden dan wakil presiden saja yang dipilih langsung oleh rakyatnya," tambahnya lagi.***