JAKARTA (HR)-Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan, pihaknya siap memanggil paksa pengusaha Riza Chalid. Hal itu terkait sikapnya yang sejauh ini selalu mangkir untuk dimintai keterangan dalam persidangan kasus 'papa minta saham' yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto.
Hal itu dilontarkannya ketika dikonfirmasi usai peluncuran SIM Online di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (6/12).
Polri
Jenderal bintang empat ini pun mengaku pihaknya belum mendapat permintaan bantuan dari MKD. Namun Badrodin menyatakan siap memanggil paksa Reza jika memang diperlukan.
"Belum ada. Itu kan perintah UU, namanya perintah UU bukan siap atau tidak siap, tentu harus kita lakukan," tukas Badrodin.
Hingga saat ini, Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI belum kunjung menerima kepastian, tentang kehadiran pengusaha Riza Chalid. Seperti diketahui, nama pengusaha itu menjadi sorotan karena ikut dalam pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto dan Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, yang berujung pada kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI. Karena sikap Riza yang dinilai tak kooperatif itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyatakan akan meminta bantuan polisi memanggil paksa pengusaha tersebut.
Meski mengaku siap, Polri belum mendeteksi di mana keberadaan pengusaha yang terseret kasus 'Papa Minta Saham' itu.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga belum mau mengungkap apakah pihaknya sudah memantau pergerakan dari Reza. Soal apakah keberadaan Reza yang disinyalir sudah berada di luar negeri, Badrodin enggan berkomentar banyak.
"Tanya imigrasi saja lah. Karena dari imigrasi tahu yang ke luar ini siapa," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menyatakan jika Reza terus mangkir dalam pemanggilan, MKD akan meminta bantuan polisi. Kehadiran Reza menurutnya sangat diperlukan terkait kasus pencatutan nama presiden dan wapres ini.
"Reza chalid itu kan panggilan pertama. Nanti ada kedua dan kalau ketiga (tidak datang juga), kita bisa meminta bantuan ke pihak berwajib. Namanya disebut, jadi perlu juga (kedatangannya)," ujar Dasco, akhir pekan lalu.
Bermanuver
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai,
Presiden Joko Widodo diminta turun "gelanggang" untuk menyatukan sikap pemerintah terkait kasus Freeport tersebut.
Pasalnya, pihaknya melihat ada beberapa menteri yang terkesan ikut bermanuver dalam kasus itu. Saling silang pendapat antara para menteri, dinilai rentan memicu kegaduhan publik.
"Sudah waktunya Presiden turun gelanggang dan berkoordinasi dengan menteri-menterinya," ujarnya.
Menurutnya, sejak MKD memutuskan menindaklanjuti laporan Menteri ESDM Sudirman Said terhadap Setya, ada beberapa menteri dan pimpinan lembaga negara yang terindikasi memanfaatkan momentum tersebut untuk kepentingan politik.
Misalnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berulang kali meminta dipanggil MKD. Yang lainnya ialah Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang memastikan jalannya proses penyelidikan pada kasus tersebut dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang menilai sidang MKD seperti sinetron dan ada kelompok yang berebut "kue" dari lahan Freeport.
Hendri menduga kasus pencatutan nama dijadikan momentum untuk unjuk gigi oleh menteri dan pimpinan lembaga negara. Motivasi besarnya, kata Hendri, adalah agar terhindar dari isu reshuffle.
"Ini akan jadi penilaian saat Presiden melakukan reshuffle. Namun, karena Presiden memilih berada di luar gelanggang, akhirnya mereka bermanuver sendiri," ucap Hendri. (bbs/kom/dtc/sis)