Indonesia secara umum merupakan negara beriklim tropis dengan tingginya intensitas hujan. Itulah mengapa apabila musim penghujan tiba, beberapa tempat penampungan air seperti waduk dan sungai akan mengalami peningkatan debit air dan kelebihan muatan. Apabila hal itu terjadi maka air akan meluap sehingga terjadilah banjir.
Bencana asap sudah hilang di Bumi Melayu ini, namun saat ini masyarakat mulai dihadapkan dengan bencana banjir yang menerpa hampir seluruh kabupaten/kota di Riau. Pemerintah mulai menggelar rapat-rapat untuk mengantisipasi banjir, di mana beberapa daerah bidang penanggulangan bencana daerahnya sudah mulai bekerja. Karena bencana alam banjir tampaknya masih menjadi momok bagi beberapa daerah yang sering dilanda banjir tahunan.
Semua tentu berharap, upaya pemerintah dalam menanggulangi bencana ini akan lebih maksimal. Tidak seperti apa yang terjadi pada penggulangan bencana asap yang lalu, di mana pemerintah dianggap lamban dalam mengatasinya meskipun ada bantahan dari pemerintah yang menyatakan bahwa mereka sudah berupaya keras dalam mengatasi masalah tersebut.
Bencana banjir, selalu membonceng masalah-masalah lainnya di antaranya penyakit-penyakit yang akan diderita oleh masyarakat. Malaria, demam berdarah, cikungunya, penyakit kulit, muntaber dan lainnya. Tentu ini harus menjadi perhatian pemerintah dan juga masyarakat untuk mencegahnya, bukan ketika baju sudah basah baru akan memulai mandi. Artinya jangan sampai sudah terjadi baru kewalahan untuk menanggulanginya.
Namun ketika adanya bencana, tentunya yang harus dicari apa yang menjadi penyebabnya. Tentunya masalah itu yang harusnya dikaji oleh pemerintah, bagaimana agar penyebab tersebut tidak lagi berlarut yang bisa mencegah musibah dapat kembali terjadi setiap tahunnya. Seperti penyakit, belum tentu bisa sembuh bila diobati, bahkan ada penyakit yang belum ada obatnya. Tentu akan lebih baik jika mencegah penyakit tersebut.
Peran lintas instansi tentu sangat dibutuhkan baik dalam antisipasi maupun dalam upaya penanggulangan dampak banjir itu sendiri. Dinas kesehatan, dinas pendidikan, badan atau kantor penanggulangan bencana daerah, dinas sosial dan juga instansi vertikal seperti TNI dan Polri, diharapkan bisa masyarakat yang terkena dampak banjir dengan maksimal. Karena walau bagaimanapun akan terjadi daerah-daerah terisolir yang sangat membutuhkan bantuan, khususnya pangan.
Bencana ini sudah terjadi sejak puluhan tahun sebelumnya dan hingga kini masih belum dapat terselesaikan sepenuhnya. Warga di daerah rawan banjir hanya bisa pasrah saat bencana melanda dikarenakan tidak banyak pilihan selain bertahan di kediaman sambil menjaga harta benda atau mengungsi.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan bila banjir datang di antaranya, bila mengungsi ke dataran tinggi sudah tidak memungkinkan, naik ke tempat yang lebih tinggi atau lantai atas (untuk rumah bertingkat), jangan lupa untuk menyelamatkan dokumen penting dan barang berharga. Pantau terus ketinggian air supaya dapat menjadi acuan langkah berikutnya. Hindari dan jauhi benda yang berpotensi mengalirkan listrik seperti kabel atau tiang listrik. Apabila banjir tinggi, hematlah persediaan air bersih. Hindari meminum atau memasak menggunakan air banjir karena sudah tercemar. Awasi anak-anak supaya tetap berada di dalam jangkauan. Siapkan media komunikasi seperti telepon seluler untuk mengetahui informasi banjir dan sarana komunikasi dengan pihak luar. Hematlah penggunaan baterai supaya dapat digunakan lebih lama. Semoga bermanfaat.***