JAKARTA (HR)-Kisruh di tubuh Partai Golkar makin panas. Saat ini, dua kubu yang berseteru, yakni Aburizal Bakrie yang terpilih sebagai Ketua Umum dalam Musyawarah Nasional di Bali dan Agung Laksono dari Presidium Penyelamat Partai,Adu saling adu cepat melaporkan kepengurusan partai ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Langkah ini dilakukan kedua kubu untuk saling cepat mendapat pengakuan dari negara.
Kubu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie akan menyerahkan hasil keputusan Musyawarah Nasional IX Golkar di Bali, kepada Kementerian Hukum dan HAM, hari ini (Senin, 8/12). Langkah itu ditempuh setelah melihat digelarnya Munas tandingan di Ancol, Jakarta, yang dipercepat dari jadwal semula yakni awal tahun 2015.
"Besok (hari ini, red) akan kita serahkan hasil Munas dan nama kepengurusan ke Kemenkum HAM," terang Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR, Bambang Soesatyo, saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (7/12).
Bambang mengatakan, percepatan Munas tandingan oleh kubu Agung Laksono, dinilai sebagai langkah untuk memperkuat nilai tawar di Kemenkum HAM. Pasalnya, Munas tandingan tersebut bertolak belakang dengan alasan kubu Agung saat menolak Munas di Bali.
"Ada kejanggalan. Kemarin mereka (kubu Agung), sangat ganas mencegah Munas di Bali dan menghendaki Munas digelar tahun 2015. Faktanya, kini mereka malah mempercepat Munas, yang persiapannya cuma dua hari," ujar Bambang.
Bambang menduga, kubu Agung mengantisipasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Munas dan kepengurusan baru partai akan disahkan Menteri Hukum dan HAM setelah tujuh hari setelah pendaftaran.Bambang menyatakan, pihaknya berharap pemerintah, khususnya Kemenkumham dapat bertindak netral dan tidak terpengaruh dengan permasalahan internal Partai Golkar.
Sebelumnya, anggota Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa mengakui percepatan penyelenggaraan Munas untuk menjaga momentum politik. Presidium khawatir hasil Munas di Bali yang menetapkan Aburizal sebagai Ketua Umum Partai Golkar akan segera diserahkan pada Kemenkum HAM.
Amir Syamsuddin sewaktu menjabat Menkum HAM sempat tidak mengesahkan kepengurusan PPP lantaran adanya dualisme di internal parpol tersebut. Pemerintah saat itu menunggu konflik internal selesai atau adanya keputusan pengadilan.
Amir mengatakan, di dalam ketentuan undang-undang, manakala masih ada sengketa, pemerintah menunggu sampai sengketa partai diselesaikan. Apabila konflik tidak juga selesai lewat mekanisme internal, maka pemerintah menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum.
Undang-undang parpol mengatur, masalah tersebut harus diselesaikan sesuai Anggaran Dasar Partai melalui Mahkamah Partai. Jika nantinya keputusan Mahkamah Partai tidak dapat disetujui, maka salah satu pihak bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). (kcm/dar)