Setya Novanto dan Ahok sama-sama politisi keturunan Cina, tapi dari keduanya ada perbedaan sangat lebar. Soal keturunan misalnya, Setya Novanto seperti ingin menyembunyikan kecinaannya, Ahok terang-terangan dengan garis leluhurnya. Panggilannya aja Ahok.
Setya mulanya beragama Katolik. Terpilih tiga periode menjadi anggota DPR RI sejak tahun 1999 dari daerah pemilihan NTT yang sebagian besar penduduknya beragama Katolik. Dia mengganti agamanya menjadi muslim. Kursi Ketua DPR-RI didapatkan dengan mudah, tidak ada gonjang-ganjing isu agama.
Ahok beragama Kristen. Saat Adyaksa Daut menyarankan dia masuk Islam, agar bisa terpilih jadi gubernur, Ahok tidak menanggapi dengan serius. Dalam banyak kesempatan, bahkan Ahok melontarkan kemuakannya jika agama dibawa-bawa ke ranah politik. Bagi Ahok, agama itu di atas politik. Dia tidak akan melepas keyakinannya hanya untuk terpilih jadi gubernur.
Soal gaya bicara di depan publik, Setya Novanto terkesan santun. Suaranya pelan. Penuh dengan kata-kata normatif. Diksinya khas pejabat orde baru. Bahkan dia bisa bicara bahwa dia sedang membela kepentingan bangsa dan negara, saat rekaman papa minta saham beredar.
Beda dengan Ahok. Gaya bicara Ahok meledak-ledak. Spontan. Pilihan diksinya persis seperti obrolan rakyat kebanyakan. Kita bisa dengar, "UPS nenek lu!," dari mulut Ahok. Setya Novanto suka dengan pembicaraan tertutup. Dia agak alergi keterbukan.
Bahkan kabarnya dia berniat mempolisikan Menteri Sudirman Said yang membawa rekaman pembicaraan antara Setya dengan Freeport sebagai barang bukti ke MKD. Bagi Setya merekam pembicaraan orang, meskipun dia pejabat negara yang sedang mencatut nama Presiden, termasuk tindakan kriminal.
Setya mungkin lupa, berapa banyak maling yang tertangkap karena aksinya terekam CCTV. Jika suatu saat nanti ada maling yang menuntut pengelola minimarket, karena memasang CCTV yang merekam aksi kejahatannya, itu artinya dia maling paling pede sedunia-akhirat.
Sedangkan Ahok suka dengan keterbukaan. Sejak jadi angota DPR, rakyat bisa tahu kemana uang reses digunakan Ahok dan berapa yang dikembalikannya ke kas negara. Semua disusun lengkap dengan lampiran kuitansi, lalu dipampang di situs pribadinya. Saat menjabat Wagub sampai jadi Gubernur DKI, Ahok kerap merekam rapat-rapat pejabat DKI lantas di-upload ke dunia maya.
Rakyat bisa tahu apa yang dibicarakannya dan bagaimana para pejabat itu bekerja.
Nama Setya Novanto sering disebut-sebut dalam skandal proyek-proyek besar. Sebelum isu 'papa minta saham', kita sudah mendengar kasus Bank Bali, e-KTP, PON Riau dan berbagai mega proyek lainnya. Nama Ahok dikenal sebagai pejabat yang antikorupsi. "Tidak usah berkorban untuk Indonesia. Cukup tidak korupsi saja, itu sudah memberikan sumbangan terbesar bagi rakyat," ujar Ahok.
Pada kenyataannya, kita akhirnya berpikir bahwa tidak bisa menilai pemimpin berdasarkan tampilan luar. Tidak bisa menilai dari ras dan agama yang dianut saja. Nilai pemimpin sejatinya terletak dari apa yang sudah diperjuangkan untuk rakyat.***