PASIR PENGARAIAN (HR)-Kondisi petani karet cukup memprihatinkan, karena antara hasil dan biaya hidup petani tidak sebanding. Untuk itu, petani menagih janji Pemkab Rohul yang mengatakan akan menaikkkan harga karet, sehingga petani karet bisa sejahtera.
Diakui para petani karet, selama enam hari menyadap karet mereka hanya memperoleh pendapatan sekitar Rp150 ribu. Untuk menghindari keterpurukan ekonomi, berbagai macam cara dilakukan petani.
Ada yang beralih profesi sebagai kuli bangunan dan ada yang menghemat biaya hidup dengan cara berbelanja seadanya atau lainnya. Tapi usaha yang dilakukan warga hanya bersifat mencegah keterpurukan dan bukan untuk menambah penghasilan.
Hal ini dibenarkan Eman (37) didampingi Monang Lubis, petani karet warga Pasir Pengaraian yang ditemui di salah satu penampungan getah karet di Pasir Pengaraian, Minggu (8/11). Dikatakannya keterpurukan ekonomi petani karet ini disebabkan rendahnya harga karet yakni Rp6.300 per kilogram. Sementara harga beras ukuran 10 kilogram naik menjadi Rp106 ribu.
“Kalau dihitung-hitung tekor. Hasil getah karet yang didapat dari 2 hektare kebun sekitar Rp300 ribu per minggu. Kemudian bagi dua dengan pemilik kebun dan sisanya tinggal Rp150 ribu. Jika dibelikan ke beras 10 kilo dengan harga Rp106 ribu maka sisa uang dalam seminggu cuma Rp45 ribu. Mungkinkah uang sebesar itu mampu menutup biaya sekolah anak dan belanja dapur lainnya,” keluh Eman.
Diakui Eman dan Monang Lubis, anjloknya harga getah karet di tingkat petani sudah berlangsung lama dan hingga saat ini belum ada perhatian khusus dari Pemerintah. Baik itu subsidi pupuk karet maupun subsidi lainnya yang sifatnya membantu meringankan beban petani karet.
“Setahu kami, bantuan khusus kepada petani karet tidak ada. Sebagai petani kami tidak butuh bantuan, yang kami butuhkan bagai mana caranya Pemerintah berusaha menaikan harga getah ini. Buktikan kepada kami janji tentang mensejahterahkan rakyat. Karena kondisi ekonomi petani karet saat ini cukup memprihatinkan,” ungkap Eman dan Monang Lubis. ***