BENGKALIS (HR)-Majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, memvonis bebas dua petinggi PT National Sago Prima, dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Vonis itu dijatuhkan dalam sidang yang digelar Kamis (22/1). Tak ayal, keputusan itu pun memancing reaksi dari berbagai pihak. Isu mafia peradilan pun merebak.
Sebagai buntutnya, kalangan pemerhati lingkungan hidup di Riau berencana mengadukan hal itu ke Komisi Yudisial (KY), yang isinya meminta dilakukan investigasi terhadap majelis hakim yang menangani kasus karhutla tersebut. Tak hanya itu, laporan juga akan disampaikan ke Mahkamah Agung (MA), karena penunjukan majelis hakim dalam kasus ini dinilai tak tepat. Salah satunya, majelis hakim dinilai tak mengetahui aturan tentang lingkungan hidup, karena tidak satu pun majelis hakim yang memiliki sertifikasi di bidang lingkungan.
Petinggi
Sidang Kamis kemarin dipimpin majelis hakim yang diketuai Sarah Louis yang juga Ketua PN Bengkalis, serta dihadiri JPU Mico Wave Sitohang dan penasehat hukum terdakwa yang dipimpin Oce Kaligis.
Majelis hakim yang diketuai Sarah Louis dengan Hakim anggota Melki Silahuddin dan Reni Hidayati, memvonis bebas dua petinggi PT National Sago Prima (NSP), masing-masing General Manajer Erwin dan Manajer Nowa Dwi Priono, dalam kasus Karhutla di lima desa di Kabupaten Kepulauan Meranti. Karhutla tersebut membuat lahan seluas 21.418 hektare hangus dimakan api.
Keputusan ini bertolak belakang dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penutut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut Erwin dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Sedangkan Nowa Dwi Priyono dituntut 18 bulan penjara, plus denda Rp1 miliar.
"Terdakwa Erwin dan Nowa Dwi Priono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Atas pertimbangan itu, pengadilan membebaskan terdakwa Erwin dan Nowo Dwi Priono atas seluruh dakwaan penuntut umum serta mengembalikan hak terdakwa dalam kedudukan dan harkat martabatnya,’’ ujar Sarah Louis.
Rp2 Miliar
Sementara untuk terdakwa PT NSP yang diwakili Direktur Utama Eris Ariaman, divonis bersalah atas kelalaian dalam merespon Karhutla, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
“Pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa PT National Sago Prima dengan pidana denda Rp2 miliar dan denda tambahan berupa melengkapi alat pencegahan kebakaran sesuai dengan petunjuk dalam jangka waktu 1 tahun,’’ ujar Sarah Louis.
Vonis terhadap PT NSP ini juga lebih ringan dibanding tuntutan JPU yang menuntut denda Rp5 miliar dan pidana tambahan Rp1,4 triliun, untuk memulihkan lahan yang rusak akibat Karhutla.
Anehnya, JPU Mico Wave Sitohang, tidak langsung mengajukan kasasi, sebagaimana mestinya. Kepada majelis hakim, Mico mengatakan pihaknya masih pikir-pikir apakah akan melakukan upaya banding atau menerima putusan tersebut. “Kita pikir-pikir dulu, apakah menerima akan mengajukan banding nantinya,” ujarnya.
Tercium
Bakal divonis bebasnya kedua terdakwa, sebenarnya sudah tercium ketika majelis hakim PN Bengkalis, sebelumnya telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan bagi salah satu terdakwa, yaitu Erwin, tepatnya 6 hari sebelum pembacaan vonis oleh pengadilan.
Dalam sidang lanjutan yang digelar Jumat (16/1) lalu, penahanan Erwin ditangguhkan dengan jaminan istrinya Delvi Santi dan Eris Ariaman (Direktur Utama PT NSP). Erwin meminta penangguhan karena ancaman hukumannya di atas lima tahun.
Erwin didakwa dengan Undang-undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH), UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. Sedangkan terdakwa Eris dan Nowa Dwi Priono, tidak ditahan karena tuntutan di bawah lima tahun. Kedua didakwa berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Mafia Peradilan
Vonis tersebut, tak ayal membuat banyak pihak tersentak. Khususnya dari kalangan pemerhati lingkungan di Riau.
"Ada penyalahan disini. Kita akan hubungi KY dan meminta Sarah Louis diinvestigasi," ujar Koordinator Jaringan KErja Penyelematan Hutan Riau (Jikalahari), Muslim Rasyid.
Dikatakan, pihaknya yang tergabung dalam Koalisi Pemburu Penjahat Lingkungan Hidup (KPPLH), akan menyurati Komisi Yudisial (KY) untuk melaporkan hal tersebut. Pihaknya berharap, akan dilakukan investigasi terhadap majelis hakim PN Bengkalis yang diketuai Sarah Louis.
Selain itu, dirinya bersama pemerhati lingkungan lainnya, juga akan menyurati Mahkamah Agung (MA), terkait penunjukkan Sarah Louis yang dinilai tidak tepat selaku hakim ketua dalam persidangan itu. "Kita nilai PN Bengkalis tidak taat aturan MA. Ini juga akan kita laporkan secepatnya," tegasnya.
Lebih lanjut Muslim menuding kalau ada mafia peradilan yang bermain dalam kasus ini. Alasannya sejak awal proses persidangam berjalan sangat banyak keganjilan. "Seperti proses sidang dipercepat 1 bulan. Padahal saat penanganan PT Adei itu butuh 9 bulan," pungkasnya.
Ditambah dengan tidak dimilikinya sertifikasi lingkungan hidup oleh oleh hakim ketua. "Artinya, bagaimana bisa seorang hakim ketua memutuskan bila ia tidak mengerti tentang lingkungan," kata Muslim lebih lanjut.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Yohanes Widodo, menyatakan pihaknya telah berupaya keras mengumpulkan bukti dalam kasus itu. Tidak hanya menyita waktu dan tenaga, penyidik juga pernah mendatangkan saksi ahli ke kawasan konsesi PT NSP.
"Yang jelas, selaku penegak hukum kita sudah menggiring kasus itu ke pengadilan. Maka setelahnya, apapun vonis yang diberikan, kita serahkan sepenuhnya ke pengadilan," sambungnya.
Meski demikian, Yohanes menegaskan kalau pihaknya tidak akan berhenti dalam melakukan upaya hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan lainnya, termasuk keterlibatan perusahaan. "Sudah tugas kita, yang penting kita cukupkan semua bukti, dan serahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Kami tidak ada kepentingan di dalamnya," tegasnya.
Menanggapi putusan PN Bengkalis tersebut, Yohanes yakin kalau Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang melakukan penuntutan di persidangan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. "Meski demikian, saya yakin dan berharap atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan kasasi ke MA," pungkas Yohanes.
Keyakinan Yohanes, langsung ditanggapi positif oleh pihak kejaksaan. Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Mukhzan, menegaskan kalau pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi.
"Meski kita belum terima laporan dan putusan lengkap terkait putusan tersebut. Namun sesuai SOP, bila diputus bebas JPU akan mengajukan kasasi," tegas Mukhzan. (man, dod)