BATAM (HR)-Pernyataan Penjabat Gubernur Kepri Agung Mulyana bahwa seharusnya penetapan upah minimum kota (UMK) Batam harusnya sesuai dengan PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan mendapatkan pertentangan dari serikat pekerja.
Sekretaris Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Suryadarma menilai, harusnya Gubernur tidak hanya mendengarkan para pengusaha terutama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri yang menolak kesepakatan besaran UMK Batam yang telah ditetapkan Dewan Pengupahan Kota (DPK) Batam, Selasa (27/10/2015) lalu.
Menurut Suryadarma, penolakan Apindo atas kesepakatan DPK sangat aneh, karena di dalam DPK sendiri sudah ada unsur pengusaha yang mewakili.
"Tidak wajar kalau asosiasinya menolak, kan di DPK sudah ada perwakilannya. DPK itukan terbentuk atas amanat UU13 tahun 2003 dak Kepres 107 tahun 2004, yang di SK kan langsung oleh wali kota. Di dalam pembentukannya sudah jelas ada struktur siapa-siapa saja yang di dalam DPK. Ada unsur pemerintah, BPS, akademisi, unsur pekerja buruh, dan yang terpenting ada unsur pengusaha," tutur Suryadarma.
Suryadarma menyayangkan jika kesepakatan tersebut tidak dija?lankan Apindo, terlebih lagi Gubernur.
Surya meminta Gubernur jangan hanya melihat statement-statement pengusaha saja, tanpa mengetahui bahwa unsur pengusaha sudah terwakilkan dalam DPK.
Ini harus clear dan Gubernur perlu tahu. ?Kalau penjabat gubernur semata-mata menggunakan PP saja dalam membuat SK nanti, maka gubernur juga perlu melihat bahwa PP sendiri tumpang tindih isinya," kata Suryadarma.
Suryadarma menjelaskan di pasal 43 dalam PP 78 mengatakan penetapan UMK berdasarkan KHL, pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Sementara di pasal 44 dalam PP yang sama, menyatakan hal berbeda.(tbn/rio)