Qatar (HR)-Sejak debat capres pada 2014 lalu, isu buyback mayoritas saham Indosat mengemuka. Nasser Marafih, CEO Ooredoo Group, perusahaan pemilik saham terbesar Indosat saat ini punya tanggapan soal itu. Apa?
"Kami tidak berbicara dengan pemerintah Indonesia soal itu," ujar Nasser dalam perbincangan dengan wartawan Indonesia di kantor Ooredoo Group, Doha, Qatar, Rabu (28/10).
Malahan, kata Nasser, Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Qatar pada pertengahan September 2015 lalu seolah menegaskan hal lain. Nasser mengatakan Jokowi mendorong unit usaha di Qatar untuk terus berinvestasi lebih banyak di Indonesia.
"Presiden Jokowi dalam kunjungannya meminta banyak investor di Qatar untuk datang di Indonesia. Tidak ada pembicaraan soal buyback," ujar Nasser.
Nasser menekankan, selama ini Qatar banyak berinvestasi di Indonesia. Tak hanya Ooredoo yang menanamkan saham di Indosat.
"Anda tahu, ada juga QNB (Qatar National Bank) yang berinvestasi di Indonesia. Ada juga perusahaan-perusahaan lain," kata Nasser.
Indosat dulu memang sempat menjadi bagian dari BUMN. Namun dijual ke Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) pada 15 Desember 2002 sebesar USD 630 juta atau Rp 5,62 triliun untuk pembelian 41,94% saham yang setara 434.250.000 saham seharga Rp 12.950 per saham.
Namun pada Juni 2008, kepemilikan saham mayoritas Indosat berpindah ke Qatar Telecom (kini bernama Ooredoo). Kala itu, QTel mengumumkan telah membeli 40,8% saham Indosat melalui akuisisi Asia Mobile Holdings Pte. Ltd (AMH). Dalam struktur STT, AMH adalah pemilik Indonesia Communications Limited (ICL) yang tercatat sebagai pemegang saham Indosat.
QTel melakukan perjanjian pembelian tertanggal 6 Juni 2008 dengan STT untuk membayar tunai sebanyak 2,4 miliar dolar Singapura atau USD 1,8 miliar atau Rp 16,740 triliun dengan kurs 9.300/USD.
Kini, saham mayoritas Indosat masih dipegang Ooredoo 65%, pemerintah Indonesia 14,3%, Skagen AS 5,42%, dan publik 15,29%.(dtc/rio)