SUNGAI CINA (HR)- Masyarakat Desa Sungai Cina dan Desa Bina Maju, juga masyarakat Desa Sendaur tiga desa bertetangga itu menjadi basis tanaman padi di Meranti, ternyata lebih menginginkan pembangunan tanggul air atau pintu klep, atau tanggul raksasa yang menjamin intrusi air laut bisa dibentengi untuk tidak menerobos ke daratan.
Dibanding kegiatan proyek rehabilitasi sungai atau normalisasi sungai yang dikerjakan saat ini dengan menghabiskan dana belasan miliar rupiah itu.
Para petani mengakui, kurang memahami konsep pekerjaan yang akan memperlancar intrusi air laut ke persawahan masyarakat di tiga desa tersebut. Parit yang ada diperdalam dan diperlebar. Tentu saja hanya akan mendatangkan atau mengundang air asin masuk ke persawahan.
Kita berpendapat, pemerintah pusat akan lebih efektif jika membangun sarana pertanian lainnya yang mendukung peningkatan produksi. Salah satu yang paling dibutuhkan di daerah yang tinggi intrusi air lautnya seperti di Pulau Rangsang ini adalah tanggul penahan abrasi.
Sebab jika abrasi masih terus merusak daratan yang ada, maka sampai kapanpun intrusi air laut itu akan semakin meningkat dan meluas.
"Jadi untuk mengatasi problem para petani di Pulau Rangsang adalah dengan mengamankan pulau dari bencana abrasi, ”ungkap Ridwan, warga Desa Sungai Cina kepada Haluan Riau Selasa kemarin.
Ridwan mengatakan, abrasi yang terjadi di Pulau Rangsang menjadi biang kerok lajunya air laut yang menerobos ke daratan, hingga masuk ke areal persawahan. Air asin inipun selanjutnya merendam tanaman padi yang pada akhirnya padi dan juga tanaman lainnya akan layu dan mati.
Jadi keluhan utama para petani di Pulau Rangsang adalah ancaman air asin. Jika pemerintah bisa mengurangi volume intrusi air asin dari tahun ke tahun tidak akan merendam tanaman padi masyarakat, maka pertanian padi itu akan berkembang.
Sebab sangat disayangkan, jika pada bulan September petani mulai menanam, tapi di bulan November atau bahkan menjelang padi berbuah air asin pun merendam. Tidak sedikit kerugian petani jika mengalami gagal panen atau padi layu karena air asin itu.
"Sehingga jika dikalkulasikan kebutuhan petani antara kegiatan cuci parit dengan pembangunan tanggul di kuala sungai, maka pembangunan tanggul atau benteng air laut itu jauh lebih diutamakan,”katanya lagi.
Ditambahkannya, terkait cuci parit atau dengan istilah normalisasi sungai itu, maka para petani Desa Sungai Cina tidak akan menginjinkan parit-parit yang ada di desa itu akan dicuci atau diperlebar maupun lumpurnya diangkat.
Sebab para petani memastikan dengan mencuci parit itu akan memudahkan air laut masuk ke persawahan. Masyarakat hanya akan mengijinkan normalisasi sungai yang akan dilakukan yakni di Sungai Sei Cina dan Sungai Mulau. "Kalau sungai itu biarlah di bangun tapi juga dengan tanggul yang bisa membatasi air asin yang akan masuk ke darat, “kata warga ini lagi.
Kepala Desa Sungai Cina M Nasir lewat ponselnya juga membenarkan pendapat masyarakat petani tersebut. Menurutnya juga pengerjaan cuci parit yang saat ini sedang dikerjakan di desa tetangganya itu mengatakan, pasti akan menimbulkan masuknya intrusi air laut dimasa datang.
Jadi untuk Desa Sungai Cina sebutnya juga, warga telah sepakat tidak akan menerima perkerjaan yang mengeruk parit-parit yang ada di desa tersebut,”ucap Nasir.
Jawahir, pejabat dari dinas terkait beberapa kali dihubungi tidak pernah berhasil. Demikian juga pejabat bidang pengawas lainnya juga tidak berhasil dihubungi untuk mendapatkan keterangan lebih rinci.(jos)