PEKANBARU (HR)- Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI asal Riau, Abdul Gafar Usman, menilai, pelayanan pemerintah terhadap masyarakat korban bencana asap belum dilakukan secara optimal. Pemerintah harus membuat regulasi baru sebagai payung hukum dalam penggunaan anggaran untuk mengobati masyarakat korban asap.
Gafar
Sementara itu, sejak Senin (26/10) kemarin, kabut asap yang menyelimuti Riau kembali menebal. Kondisi ini membuat aktivitas belajar mengajar di sekolah dihentikan hingga Selasa hari ini. Kabut asap juga membuat aktivitas di Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II) Pekanbaru, masih lumpuh.
"Belum optimalnya pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang terpapar asap, karena anggaran masih terbatas dan tidak ada payung hukum yang jelas untuk memakai anggaran agar lebih maksimal. Jika ada regulasi baru tentu segala fasilitas dan kebutuhan yang diperlukan dalam melayani masyarakat akan lebih optimal," jelas Gafar Usman, Senin (26/10).
DPD sendiri, kata Gafar, juga telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi, imbauan dan desakan kepada pemerintah terkait bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Selain itu, DPD juga telah membentuk tim kerja yang akan bekerja dan mencari langkah-langkah konkret penangangan bencana tersebut.
"Tim kerja ini akan segera bekerja dan mencari langkah-langkah yang konkret dan cepat, agar ibarat tubuh sakit satu biar anggota tubuh yang lainnya juga ikut merasakan," kata Gafar selaku inisiator pertemuan dan terbentuknya Tim Kerja bencana kabut asap yang diharapkan nantinya dapat memberikan solusi dan melahirkan kebijakan yang mampun mencegah teejadinya karhutla dan kabut asap.
Sebagai pengusul inisiatif dibentuknya tim kerja tersebut, Gafar kembali menekankan bahwa dalam jangka kurun waktu tujuh hari kabut asap juga belum ada tanda akan berakhir dan berkurang, maka dirinya beserta anggota tim kelompok kerja lainnya akan segera menemui presiden agar mengeluarkan Inpres sebagai landasan hukum.
"Penetapan status darurat sipil di daerah tertentu, pemerintah daerah maupun pusat wajib mengerahkan seluruh potensi yang ada di daerah tersebut baik dari instansi maupun perusahaaan," sebutnya.
"Kita tunggu dulu dalam waktu tujuh hari ini, jika masih belum juga ada respon maka kita desak presiden menetapkan sebagai status darurat sipil. Ini tidak ada yang bisa menolak, semuanya wajib ikut dalam mengatasi masalah tersebut," ungkap Gafar.
Tebal lagi
Sementara itu, kabut asap yang sempat menipis pada Sabtu dan Minggu, kembali menebal pada Senin kemarin. Sama dengan sebelumnya, kabut asap tersebut masih kiriman dari provinsi tetangga.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger, saat ini hotspot di Sumatera terpantau sebanyak 27 titik, masing-masing 25 titik di Sumatera Selatan dan dua titik di Lampung. "Kalau di wilayah kita nihil. Asap masih seperti biasa, kiriman dari tetangga," terangnya.
Asap juga membuat aktivitas di Bandara SSK II Pekanbaru kembali lumpuh. Tidak ada satupun pesawat yang terbang dan mendarat. Sebelumnya 76 pesawat yang on schedule, namun dengan jarak pandang yang tidak mencapai 1.000 meter, maskapai terpaksa membatalkan penerbangan ke Pekanbaru.
"Jarak pandang dari pagi sampai perang tidak bergerak hanya 800 meter. Penerbangan banyak yang membatalkan hari ini (kemarin, red)," ungkap Airport Duty Manager Bandara SSK II Pekanbaru, Ibnu Hasan.
Dijelaskan Ibnu, pada hari Minggu (25/10) ada enam penerbangan di Bandara SSK II Pekanbaru dengan jarak pandang 1.500 meter. Penerbangan pada pukul 17.15 WIB maskapai Lion Air, dari Batam. Pukul 19.10 WIB Lion Air dari Jakarta, dan pukul 18.20 WIB Batik Air.
"Kalau hari Sabtu walau jarak pandang 1.000 meter, tidak ada penerbangan. Tapi hari minggu ada enam penerbangan, itu pada sore hari. Untuk besok (hari ini, red) ada penerbangan yang membatalkan dan ada juga yang on schedule," kata Ibnu Hasan.
Di tempat terpisah, kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau, Kamsol, Kementerian Pendidikan telah menyatakan bencana asap ini sudah berstatus darurat nasional untuk dunia pendidikan. Untuk itu, seluruh sekolah harus diliburkan sampai kondisi udara betul-betul sehat.
"Jadi sekolah Senin dan Kamis tidak ada lagi, semua diliburkan. Kalau ada sekolah yang masuk maka mereka bertanggungjawab atas apa yang terjadi jika nanti ada hal yang tidak kita inginkan. Ini sudah status nasional, kalau sekolah yang ber-AC bisa saja mereka masuk tapi tidak lama dalam ruangan," ungkap Kamsol.
Posko Evakuasi
Sementara itu, untuk posko evakuasi yang telah disiapkan oleh Pemerintah Provinsi Riau, yakni di Aula Serindid Gubernuran Riau, serta di Aula Rusli Zainal di Kantor Dinas Binamarga dan Cipta Karya telah disiapkan.
Posko evakuasi tersebut diperuntukkan bagi korban asap yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan dan juga udara segar, dengan dilengkapinya penyejuk udara atau AC. Posko ini bagi Anak-anak, Balita, Ibu hamil dan Lansia.
Posko kesehatan dilengkapai obat-obatan, perlengkapan bayi, makanan bagi balita dan ibu hamil. Selain itu juga dilengkapi TV serta mainan anak-anak, agar warga yang menempati tempat tersebut tidak bosan selama berada di tempat evakuasi. (ral, nur)