PEKANBARU (HR)-Terhitung hingga September 2015, jumlah kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Kasus kekerasan tersebut masih tertinggi pada kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat korban.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPA) Riau,
September
Ester Yuliani kepada Haluan Riau, Selasa (20/10). Dikatakannya, setiap hari KPA terus mendapatkan laporan kasus kekerasan terhadap anak, dengan jumlah pengaduan tertinggi yakni pada kasus pelecehan seksual.
Adapun pelaku tindakan pelecehan tersebut adalah bukanlah orang jauh melainkan orang-orang terdekat korban. Namun untuk jumlah pastinya, KPA masih belum mendapatkan akurasi data dari berbagai instansi, baik dinas sosial, TP2TPA, dan juga posko pengaduan di kabupaten/kota.
"Memang kita masih belum mendapatkan berapa jumlah yang pasti. Tapi setiap kasus yang masuk ke kita, langsung kita lakukan mediasi baik itu terjadi di rumah, sekolah sesuai dengan jenis kasusnya," ujar Ester.
Dijelaskan Ester, fenomena yang sering ditemui selama ini adalah tidak sesuainya jumlah pengaduan yang masuk dengan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena masih awamnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat yang didapatkan serta adanya rasa takut, apabila melakukan pelaporan ke instansi terkait.
Sehingga banyak yang mencari jalan sendiri dengan jalan damai.Padahal kondisi tersebut justru merugikan korban, karena selain dikecam dengan rasa trauma. Juga menghambat pertumbuhan anak hingga besar nanti.
Namun begitu, seiring dengan perubahan waktu, di tahun 2015 jumlah pelaporan sudah mulai meningkat sesuai dengan kasusnya. Oleh sebab itu, pihaknya berharap agar pemerintah maupun instansi terkait seperti sekolah agar bisa melakukan pemantauan, khususnya dalam penerimaan siswa. Dengan memprioritaskan siswa lingkungan dibandingkan non lingkungan.
"Ini tujuannya agar pihak sekolah maupun masyarakat, khususnya orang tua bisa memantau perkembangan anak-anaknya. Jadi sekolah melakukan penerimaan lebih banyak untuk siswa lingkungan, terutama yang tidak mampu. Sehingga tidak ada terjadi hal-hal diluar yang diinginkan, dengan melibatkan pihak RT dan RW," papar Ester.
Sementara itu, di tempat terpisah, Sekretaris Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TPA), Fitria Yulisunarti menuturkan berdasarkan data yang terkumpul jumlah kasus kekerasan cenderung setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Untuk tahun 2014 jumlah kasus terbanyak terjadi yakni kasus KDRT dengan jumlah pengaduan sebanyak 33 kasus, dan kejahatan seksual sebanyak 33 kasus. Sementara di tahun 2015, terhitung hingga Agustus jumlah kasus KDRT berjumlah 40 kasus, dan kejahatan seksual masih 15 kasus.
"Jadi jumlah tersebut masih data yang masuk ke TP2TPA Riau, sementara data dari kabupaten/kota masih belum masuk. Diperkirakan akhir tahun baru akan terlihat jumlah akumulasinya," ujar Fitri.
Dijelaskan Fitri, terkait dengan keterlambatan masuknya data dari kabupaten, karena masih banyak tim TP2TPA yang melakukan antisipasi dan sosialisasi door to door. Sehingga jumlah tersebut belum bisa dipastikan, karena butuh waktu mediasi."Namun begitu, pihaknya sudah menyurati dan mengimbau agar kabupaten/kota untuk segera mengirimkan data valid," ujar Fitri.(nie)