MEDAN (HR)-Anggota DPRD Sumatera Utara Brilian Moktar mengakui mengembalikan uang Rp100 juta ke KPK beberapa hari lalu.
Namun, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut dua periode ini membantah, uang tersebut terkait suap untuk membungkam hak interpelasi terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho atau uang untuk pengesahan APBD Sumut.
"Yang saya kembalikan tidak ada hubungan dengan interpelasi. Yang saya kembalikan adalah uang yang saya duga nggak jelas asalnya dari bendaharawan sekwan. Sehingga secara hati nurani saya harus kembalikan. Terkait interpelasi saya sama sekali tidak menerima dan tidak ada mengembalikan," kata Brilian saat dikonfirmasi Tribun via pesan singkat, Minggu (11/10) terkait pemberitaan bahwa dirinya telah memulangkan uang ke KPK.
Disinggung apakah saat memberikan uang tersebut, Bendahara Sekwan Ali Nafiah tidak menjelaskan bahwa agar dirinya tidak menggunakan hak interpelasi terhadap gubernur atau sebagai ucapan terima kasih atas pengesahan APBD Sumut, Brilian menjawab singkat.
"Yang saya kembalikan adalah uang dari bendaharawan dewan selama 2014. Tidak ada hubungan dengan interpelasi. Uang yang menurut saya tidak jelas asal usulnya," katanya.
Sementara, beberapa mantan anggota DPRD Sumut yang disebut-sebut juga telah mengembalikan uang ke KPK, belum berhasil dikonfirmasi Tribun.
Menanggapi pengembalian uang tersebut, Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengapresiasinya.
"Langkah beberapa anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 sebuah terobosan baru dalam penangangan kasus dugaan suap pengesahan APBD dann interpelasi."
"Langkah ini perlu diapresiasi dalam rangka mengungkap permasalahan korupsi yang diduga melibatkan gubernur sebagai pemimpin di Pemprov Sumut," ujar Sutrisno lewat telepon, kemarin.
Penyerahan sejumlah uang yang diduga sebagai suap tersebut, lanjut Sutrisno, memberi pesan bahwa praktik suap terbukti ada.
"Karena itu, saya minta kepada anggota DPRD Sumut 2009-2014 agar mengikuti langkah teman-teman yang sudah melakukan pengembalian," imbuh anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Kendati demikian, menurut Sutrisno, yang paling mendesak adalah KPK segera mengekspose atau gelar perkara penyelidikan dugaan suap interpelasi tersebut.
"Sebab dengan ekspose atau gelar perkara akan membuat kasus ini menjadi terang benderang lantaran mengubah status hukum para saksi menjadi tersangka," katanya.
Enam anggota DPRD Sumut mengembalikan uang, yang diduga merupakan suap terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumut, ke KPK. Namun, belum semua anggota DPRD Sumut yang diduga menerima suap melakukan langkah serupa.
"Baru ada enam orang anggota DPRD Sumut, masing-masing tiga orang dari periode 2004-2014 dan tiga orang lagi dari periode 2014-2019, yang mengembalikan uang ke KPK. Jumlah totalnya sekitar Rp 300 jutaan," ujar Direktur Penyelidikan KPK Herry Muryanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (9/10).
KPK menilai, pengembalian uang tersebut merupakan suatu itikad baik dari para anggota DPRD Sumut, yang sebelumnya diduga sudah menerima uang suap.
Suap diduga dilakukan terkait dengan pembahasan APBD, laporan pertanggungjawaban kegiatan, laporan pertanggungjawaban kepala daerah, dan pembatalan interpelasi terhadap gubernur.
KPK menduga masih banyak anggota DPRD Sumut yang menerima suap, tetapi belum mau mengakui perbuatannya dan mengembalikan uang tersebut ke KPK.
"Yang mau mengembalikan (uang) mungkin banyak juga. Kalau kami inginnya semua yang menerima dapat mengembalikan. (Tapi) biasalah, kan, ada yang mau mengaku, ada yang membantah. Intinya ada yang mau beritikad baik mengembalikan dan mengakui perbuatannya," ujar Herry dikutip dari Kompas.
Herry mengatakan, uang yang dikembalikan enam anggota DPRD Sumut itu diduga belum sama dengan nilai uang yang diterima. "Mereka masih nyicil," ujarnya.
KPK, tambah Herry, segera menaikkan kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Sumut tersebut ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangkanya. "Tinggal (masalah) waktu saja," ujar Herry. (tbn/rio)