SABAK AUH (HR)-Perubahan iklim dan pergantian waktu musim hujan yang terjadi beberapa tahun terakhir membuat petani padi di sawah tadah hujan kewalahan melakukan tanam. Bagaimana tidak? Jika sebelumnya bulan 8 mereka sudah mulai menyemai padi, kini bulan 10 mereka masih menunggu kedatangan hujan agar padi bisa ditanam.
Kondisi ini memaksa petani mencari jalan keluar, bagaimana agar padi bisa ditanam tepat waktu meski sawah mereka belum digenangi air atau kering. Jika sebelumnya benih padi disemai, setelah cukup umur baru ditanam dengan jarak tertentu, kini petani tidak bisa lagi menggunakan model itu. Pasalnya air hujan datang hanya sebentar.
Menabur benih dengan jarak yang lebih jarang dari semaian, itulah metode tanam yang dilakukan petani Kampung Laksamana, Kecamatan Sabak Auh agar mereka tetap bisa menghasilkan gabah tiap tahun.
"Ditabur aja mas, kering kayak gini mana bisa diolah," terang seorang petani Wanto, Senin (5/10) di Kampung Laksamana.
Ia menjelaskan, sudah lama petani terpaksa menggunakan model ini. Jika mempertahankan dengan menyemai bibit dahulu dan setelah besar dipindah, maka kebutuhan air padi tidak akan terpenuhi.
"Tahun dulu juga begini, cuma masih ada hujan minimal satu mingu sekali.Sekarang tidak ada hujan, kita bisa lihat tanah retak-retak. Kalau sempat satu bulan lagi tidak ada hujan, petani bisa patah semangat. Dari bulan 8 petani sudah mulai membersihkan ladang, sekarang kami coba nabur, berharap dalam waktu dekat turun hujan," ujarnya.
Senada disampaikan Paikun. Dijelaskannya meski terbukti beberapa tahun terakhir berhasil, namun model tanam tabur ini membutuhkan banyak benih. Pasalnya petani bisa sampai 4 kali menabur benih apalagi jika banyak burung.
Selain itu, jika hujan lambat datang maka rumput tumbuh subur bersaing dengan padi. Maka petani mendapat tambahan kerja merumput, jika tidak maka hasil panen tidak akan maksimal.
Pantauan lapangan, sebagian sawah sudah dibajak, dan sebagian belum dibajak namun rumput sudah diracun. Sawah terlihat kering, bagian yang belum dibajak terlihat tanahnya retak-retak, bahkan parit atau tali air yang ada di tengah sawah juga tinggal lumpur tidak ada air yang bisa dimanfaatkan petani.
Di wilayah ini tidak ada sumber air untuk irigasi, petani hanya menunggu rejeki air hujan dari Tuhan untuk menghidupi sawahnya. (lam)