JAKARTA (HR)-Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Mulyono, mengingatkan segenap komponen rakyat Indonesia, mewaspadai kebangkitan ideologi komunis di Tanah Air. Hal itu mengingat komunis sebagai sebuah ideologi, tidak akan pernah padam.
"Komunis akan bermetamorfosa menjadi bentuk baru, gerakannya makin sulit dikenali dan
Waspadai
menyusup ke berbagai lini tanpa disadari," ungkap KSAD Mulyono, saat peringatan G30S/PKI di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (30/9).
"Kebangkitan ideologi komunis makin terlihat nyata, ada kelompok yang ingin memutar fakta sejarah seolah mereka adalah korban," tambahnya.
Dipilihnya Lubang Buaya sebagai lokasi peringatan G30S/PKI, karena di tempat itulah salah satu bukti sejarah peristiwa berdarah itu. Tujuh perwira TNI ditemukan wafat di dalam sumur tua yang berada di Lubang Buaya.
"Sebagai generasi penerus, kami harus pahami peristiwa 30 September yang dikenal pemberontakan 30S/PKI merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan pemberontakan kelompok berideologi komunis terhadap pemerintah negara. Kita bersama di sini, supaya peristiwa itu tak terulang lagi," jelas Mulyono.
Untuk menghindari ideologi komunis kembali berkembang di Indonesia, masyarakat diajak untuk berpegangan pada 4 pilar kebangsaan. Hal tersebut agar faham tersebut tidak dapat mempengaruhi dan berdampak yang tidak baik bagi bangsa dan negara.
Tidak Ada Minta Maaf
Sementara itu, Seskab Pramono Anung membantah fitnah yang menyebutkan Presiden Jokowi akan menghadiri kegiatan yang digelar keluarga PKI dan Gerwani. Dalam kesempatan itu, disebutkan Presiden Jokowi akan meminta maaf.
Pramono menegaskan bahwa hal itu sama sekali tak pernah dibahas Jokowi. Presiden pun tak pernah ada rencana untuk melakukan hal itu.
"Kami ingin memberikan semacam peringatan kepada teman-teman yang suka memberikan fitnah seperti itu apa lagi hari ini jam 10.00 WIB pagi Presiden disebut akan ketemu ini dan sebagainya. Sama sekali itu tidak benar Dan itu aparat kepolisian sudah tahu orang yang menyebarkannya," kata Pramono.
Namun Pramono menyatakan bahwa kasus ini tak serta merta akan dibawa ke ranah hukum.
"Dalam keadaan seperti ini kita harusnya bersatu. Tapi ini kan malah membuat isu baru. Hal yang hanya akan meresahkan dalam masyarakat. Padahal sama sekali Presiden tidak pernah berpikiran itu," ungkap Pramono.
Dia enggan menyebut siapa oknum penyebar isu. Tetapi Pramono hanya menyampaikan bahwa lewat teknologi yang ada sekarang ini, pelacakan pelaku dapat dilakukan dengan mudah. "Tetapi antara orang itu dan 'robot-robot' Twitter yang di sosial media sebenarnya orangnya itu-itu saja," kata Pramono.
Hal senada juga disampaikan Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan. "Tak ada pikiran sampai situ, barusan saya bicara dengan Presiden kita tidak ada pikiran sampai minta maaf minta maaf mengenai masalah peristiwa PKI. Bahwa kita sekarang sedang merumuskan bagaimana rekonsiliasi terhadap beberapa pelanggaran-pelanggaran, yes, itu yang kita lakukan," ujarnya di Istana Negara.
Saat ini sedang dicari cara yang pas untuk rekonsiliasi. Sehingga nantinya diterima semua pihak. Pemerintah juga berjanji akan mengungkap kebenaran di balik peristiwa 1965. Mengenai proses hukum, itu akan dibicarakan kemudian setelah fakta terungkap.
Luhut kembali menekankan bahwa upaya rekonsiliasi bukan berarti ada permintaan maaf terhadap keluarga PKI. Pemerintah juga akan menggandeng LSM yang menaruh perhatian pada isu-isu HAM.
"Tidak ada pikiran untuk meminta maaf, minta maaf pada siapa. Siapa memaafkan siapa, karena kedua pihak ada terjadi kalau boleh dikatakan korban, jadi saya pikir tidak sampai ke situ," kata Luhut. (bbs, dtc, ral, sis)