PEKANBARU (HR)-Sejak beberapa hari belakangan ini, sejumlah sekolah di beberapa daerah termasuk Kota Pekanbaru, sudah memulai aktivitas belajar mengajar untuk para siswa. Sejauh ini, Pemprov Riau belum berencana mencabut status darurat asap, karena belum bisa dipastikan kapan kabut asap akan segera berakhir.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Riau, Kamsol, sejak kabut asap mulai berkurang dalam beberapa hari belakangan ini, beberapa sekolah memang sudah mulai menjalankan aktivitas belajar mengajar.Namun status libur sekolah belum dicabut, karena belum ada kepastian asap akan hilang.
"Kita baru mengeluarkan imbauan untuk kembali sekolah dan rencananya Senin depan baru dicabut, tapi melihat kondisi dulu," ujar Kamsol, Jumat (25/9).
Dijelaskan Kamsol, bila proses belajar mengajar sudah normal, sekolah harus mengejar ketertinggalan pelajaran, dengan memperpanjang waktu sekolah. Namun dalam dalam jam tambahan tersebut juga diimbau jangan sampai memberatkan siswa.
"Sistemnya dengan memanfaatkan jam yang tidak efektif. Contohnya klas meting tidak perlu lagi digunakan untuk tambahan pelajaran. Itu pun belum akan terkejar dan diserap siswa dengan waktu libur yang lebih dari dua minggu ini," ujarnya.
Dalam hal ini, pihaknya juga telah meminta seluruh sekolah agar menjadikan sekolah itu sebagai taman bagi siswa. Sehingga anak-anak senang datang ke Sekolah, tanpa ada rasa terpaksa karena harus target mengejar ketertinggalan pelajaran.
Belum Dicabut
Sementara itu, Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, Pemprov Riau belum akan mencabut status darurat asap di Riau. Meski cuaca dalam tiga hari belakangan ini mulai cerah.
Menurutnya, status itu belum bisa dicabut karena Karhutla di provinsi tetangga tidak bisa dipastikan. Menurutnya, asap yang melanda Riau selama September ini lebih banyak asap kiriman dari daerah lain.
"Kita tidak tahu bagaimana pastinya. Seperti sekrang, ini asap tiba-tiba saja jadi pekat. Di tempat kita sudah kurang, tapi di provinsi tetangga masih ada," ujarnya.
Sumsel Terbanyak
Sementara itu, Kepala BPBD Riau, Edwar Sanger, mengatakan, asap tebal yang kembali menyelimuti Riai pada siang hari dari asap kiriman. Tercatat hotspot di wilayah Sumatera pada Jumat (25/9) mencapai 1.466 titik. Dari jumlah itu, titik api terbanyak masih ada di Sumatera Selatan sebanyak 1.296 titik, disusul Jambi 48, Lampung 41 dan Riau 16 titik.
"Pada pagi hari titik api sampai seribu lebih di Sumsel, dan siang harinya memang berkurang. Tapi ketika dipadamkan apinya, asap muncul dan mengarah ke Riau makanya asap kembali tebal," ujar Edwar Sanger.
Antisipasi Kebakaran
Sementara itu, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Lodewyk Pusung, mengatakan agar Karhutla tidak terulang lagi, pihaknya akan mengupayakan aksi antisipasi Karhutla. Sedangkan untuk membantu pemadaman api di Riau, pihaknya juga siap membantu dengan menurunkan pasukan langsung ke lapangan.
Hal itu dilontarkannya saat berkunjung ke Pekanbaru, Jumat kemarin. Kedatangannya disambut Plt Gubri Andi Rachman, Danrem 031/WB Brigjen TNI Nurendi dan Danlanud Marsekal Pertama (Marsma), Henri Alfiandri.
Namun untuk aksi antisipasi kebakaran itu, ujarnya, perlu dibicarakan khusus dengan pihak BNPB, pasalnya anggaran untuk pencegahan Karhutla tidak ada di BNPB maupun di BPBD. Anggaran yang tersedia hanya jika terjadi bencana.
"Yang menjadi kendalanya itu memang dari segi anggaran, apakah akan turun anggaran dari BNPB sebelum bencana. Saya akan laporkan ke BNPB dan berusaha ada anggaran ini untuk menindak lanjuti pencegahan kebakaran," ungkap Jendral bintang dua ini.
Pada kesempatan tersebut Pangdam juga meninjau Posko Karlahut di Lanud Roesmin Nurjahdin, Pekanbaru. Ia memuji apa yang telah dilakukan oleh tim satuan tugas (Satgas) Karhutla. Cara penangan yang dilakukan oleh Pemprov Riau menjadi tolak ukur bagi Provinsi lain yang terjadi Karlahut.
"Provinsi lain di Indonesia bisa mengadopsi penanggulan Karlahut, seperti, Jambi, Palembang dan Kalimantan. Bagaimana bisa mengurangi titik api di Riau," puji Pangdam.
Usai pertemuan di Posko Karhutla, Mayjen TNI Lodewyk Pusung dan rombongan melihat penanganan dan pengobatan gratis kepada masyarakat Riau, yang terkena dampak asap. Ratusan masyarakat antusias memeriksa kesehatan di posko kesehatan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Plt Gubri mengatakan, belum pastinya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau, juga ikut menjadi pemicu pembukaan lahan oleh perusahaan maupun masyarakat. Lahan dan hutan yang tergabung dalam RTRW masih ada lahan yang open akses, sehingga tidak ada pengawasan izin.
"Lahan yang open akses tersebut belum tau siapa yang memberi izin di kawasan yang masuk dalam RTRW. Untuk itu kami meminta agar Pangdam juga turut membantu ke pusat agar RTRW kita bisa dipercepat pengesahannya," ungkap Plt Gubri.
Rengat Berbahaya
Sementara itu, hingga Jumat sore kemarin, kualitas udara Pekanbaru terus memburuk dan menembus level sangat tidak sehat, dengan kadar PM10 mencapai 254,27. Sedangkan untuk Kota Rengat, kembali menembus level berbahaya.
Menurut Kepala BMKG Pekanbaru, Sugarin, asap yang menyelimuti Pekanbaru berasal dari arah selatan. Hingga pukul 20.00 WIB, jarak pandang di Bandara Sultan Syarif Kasim masih pada kisaran 1.000 meter, namun kepekatan asap semakin menebal dari jam ke jam.
Sebelumnya P3S Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis kualitas udara Siak pada Kamis (24/9) berada pada level berbahaya, sementara kualitas udara Pekanbaru wilayah Rumbai berada pada level sangat tidak sehat.
Sementara itu berdasarkan pantauan satelit Terra Aqua pada pukul 16.00 WIB, tak terpantau sama sekali titik api di wilayah Riau. Sementara di wilayah Sumatera Selatan hanya ada 16 titik api, sementara di bangka Belitung terpantau 1 titik api.
Sugarin juga mengaku heran dengan perkembangan ini. Karena tidak mungkin dalam tiga belas jam ribuan titik yang ada di Sumatera Selatan menghilang hingga menyisakan 16 titik api saja.
"Ada dua kemungkinan, pertama sensor milik satelit tidak mampu menembus kepekatan asap yang masih melingkupi wilayah Sumsel hingga Riau. Kedua, memang tidak ada titik api yang terpantau di wilayah yang dilewati satelit tersebut," ungkap Sugarin.
Namun pihak BMKG berkeyakinan, pada pantauan pagi ini akan mengungkap fakta yang sesungguhnya di lapangan. Karena, di satu sisi pihak BMKG hanya menerima hasil pemotretan yang dilakukan satelit milik NASA ini.
"Mudah-mudah pagi ini, kita mendapatkan data yang lebih akurat," kata Sugarin. (nur, yuk)