PEKANBARU (HR)- Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Riau, Mardianto Manan, mengatakan pembakaran hutan dan lahan yang tiap tahun terjadi di Riau antara lain sebagai dampak belum adanya peraturan tentang penguasaan lahan sesuai peruntukannya.
"Di Riau banyak tumpang tindih penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, lahan yang seharusnya gambut pada kedalaman lebih dari tiga meter dijadikan wajib lindung, tetapi karena keserakahan "pengusaha" justur izin-izin tetap diterbitkan," kata Mardianto Manan di Pekanbaru, Jumat (18/9).
Menurut Mardianto, proses pembiaran terhadap konversi ruang di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau, telah berdampak yang sangat merugikan terjadinya kebakaran hutan dan lahan sejak 1997 itu.
Sebagai pemilik tanah air, katanya, masyarakat Riau sudah "terjajah" oleh serbuan asap yang tidak memandang kasta dan jabatan itu.
"Masyarakat Riau makin sulit menghirup udara bersih, mirisnya ancaman gangguan kesehatan hingga kematian makin dekat pada setiap warga," katanya.
Selain berdampak bagi kesehatan, katanya, kerugian akibat asap di bidang bisnis pun makin tinggi, karena banyak pesawat batal terbang sehingga daerah ini kembali menuai kerugian triliunan rupiah.
Ia memandang bahwa, pembakaran lahan dan hutan di Riau tidak akan pernah terjadi jika peruntukan lahan sudah diatur dalam UU.
"Kini hutan dan lahan di Riau hancur dibakar dan terbakar, karena RUU tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah Riau belum juga diselesaikan," katanya.
RUU RTRW Riau itu dibutuhkan, apalagi Undang Undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan Riau, bahwa Perda No 10 tahun 1994 tentang RTRW Provinsi Riau, harus direvisi karena Provinsi Riau masih satu peta dengan Provinsi Kepulauan Riau.
Undang-undang yang tidak cocok lagi dengan kebutuhan ini, katanya, berdampak sudah banyak lahan yang tak "bertuan" dibakar oleh pengusaha, dan juga masyarakat, kembali asap mendera masyarakat.
Kalangan masyrakat di Riau, katanya, makin pesimistis kendati pada 18 oktober 2014, telah diadakan pertemuan nasional para ahli dan pakar perguruan tinggi program studi ketata ruang se-Indonesia, di Kampus Teknik Planologi Universitas Islam Riau (UIR).
Pertemuan nasional itu, melibatkan 40 profesor di bidang keruangan dari UIR, UGM, ITB, UI, USU, UNAND, bahkan dari Malaysia, yang pada akhir menerbitkan "Deklarasi Pekanbaru" antara lain mengamanatkan bahwa persoalan asap di Provinsi Riau dan sekitarnya, harus segera diatasi secara komprehensif, strategis dan nyata.
Selain itu deklarasi juga memuat diperlukan komitmen politik nasional, daerah dan masyarakat luas untuk segera mengambil langkah langkah nyata, konsisten dan terukur untuk mengatasi persoalan asap di Riau dan sekitarnya, termasuk memastikan landasan hukum tata ruang serta penegakan hukum pelaku pembakaran.
"Pemerintah diharapkan serius mendukung implementasi Deklarasi Pekanbaru tahun 2014 itu sebab persoalan asap di Riau memerlukan komitmen dan konsistensi pemerintah pusat karena sudah merupakan persoalan nasional dan internasional," katanya.(ant/hai)