PEKANBARU (HR)-Sikap peduli terhadap warganya, ditunjukkan Pemerintah Malaysia. Tidak ingin warganya yang berada di Riau menjadi korban asap yang telah membahayakan kesehatan, pemerintah negeri jiran itu mengambil langkah tegas dengan mengevakuasi warganya dari Bumi Lancang Kuning.
Sebanyak 173 warga asal Malaysia yang bermukim di Riau, khususnya di Pekanbaru, diterbangkan ke kampung halamannya. Mereka dibawa pulang dengan menggunakan pesawat Hercules milik tentara Diraja Malaysia. Pemberangkatan dilakukan melalui Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Jumat (18/9) sore. Dari Pekanbaru, para warga Malaysia itu dibawa menuju Bandara Subang, Malaysia.
Sebaliknya, hingga saat ini masyarakat Riau terus menunggu keseriusan pemerintah pusat dalam menangani kabut asap yang masih saja mendera Riau. Meski berbagai upaya telah dilakukan, termasuk mendatangkan ratusan tentara untuk membantu memadamkan api, namun sejauh ini kabut asap masih saja pekat. Hal itu membuat udara di sebagian besar wilayah di Riau, masih bertahan pada level berbahaya bagi kesehatan.
Terkait evakuasi itu, Konsul Malaysia di Pekanbaru, Hardi Hamdin, mengatakan, ada 173 warga negara Malaysia yang dievakuasi. Mereka terdiri dari pelajar dan mahasiswa yang berada di Pekanbaru. Sedangkan sisanya adalah istri dan anak-anak pegawai di Kantor Konsulat Malaysia.
Menurutnya, langkah ini dilakukan Pemerintah Malaysia mengingat kondisi udara di sebagian besar wilayah di Riau, berada pada level berbahaya bagi kesehatan.
"Apalagi Pemerintah Provinsi Riau sudah menetapkan darurat bencana asap dan meliburkan sekolah," terangnya, Jumat kemarin di Konsulat Malaysia di Jalan Sudirman, Pekanbaru.
Saat ditanya kapan mereka akan kembali ke Riau, Hardi mengatakan hal itu tergantung kondisi udara. Jika kondisi udara di Riau khususnya Pekanbaru sudah membaik dan status darurat pencemaran udara dicabut, kemungkinan mereka akan kembali lagi. "Kalau sudah membaik, pasti kami kembali lagi," kata Hardi.
Walau demikian, Hardi mengaku tidak ikut mengungsi. Ini dikarenakan masih adanya pekerjaan yang harus diselesaikan. "Kita percaya pemerintah Indonesia bisa menyelesaikan permasalahan ini," kata Hardi.
Tunggu Aksi Nyata Sementara itu, Ketua DPRD Riau nonaktif, Suparman, menilai masyarakat Riau lebih menunggu aksi nyata pemerintah pusat untuk mengatasi bencana kabut asap di Bumi Lancang Kuning, dibanding menunggu kedatangan Presiden RI Joko Widodo ke Riau, yang direncanakan akan dilakukan pekan depan.
Dalam pandangannya, kedatangan Presiden Jokowi dinilai tidak akan membawa dampak banyak, jika udara Riau masih saja tercemar kabut asap. "Masyarakat lebih berharap bagaimana supaya malapetaka ini tidak terulang lagi tahun depan. Untuk saat ini, masyarakat Riau mengharapkan kabut asap segera hilang," ujarnya.
Suparman meminta agar pemerintah pusat untuk membuat sebuah gerakan bantuan yang ditujukan untuk Riau. Sehingga dengan demikian, penderitaan masyarakat Riau setidaknya bisa terobati. Hal itu juga wajar, karena selama ini Riau telah banyak menyumbangkan devisa yang besar untuk Indonesia.
Hingga Jumat kemarin, asap masih mengepul di atas lahan gambut sepanjang dua kilometer, yang berada di kawasan Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar. Sebanyak 125 personil TNI AU berjibaku berupaya memadamkan sumber asap dari dalam tanah, meski peralatan dan sumber air terbatas.
"Kami mendapatkan informasi, tadi pagi dari warga masyarakat. Ada beberapa titik lahan gambut di Rimbo Panjang ini terus mengeluarkan asap," kata Danyon 462 Paskhas Pulanggeni, Letkol Pas Solihin.
Menanggapi laporan yang masuk ke Posko Satgas Darurat Asap, di Lanud Roesmin Nurjadin (Rsn). Danlanud langsung memerintahkan personilnya untuk, melakukan tindakan pemadaman, seoptimal mungkin. Pasukan elite TNI AU Paskhas, Lanud Rsn, Pemadam Kebakaran dan POM AU diturunkan.
"Ada 125 prajurit yang kita turunkan, untuk melakukan upaya pemadaman di dua titik lahan yang mengeluarkan asapnya tebal. Namun terus terang, kami terkendala dalamnya gambut dan sumber air yang terbatas," jelasnya.
Titik asap pertama, tepat berada di perbatasan Pekanbaru dengan Kabupaten Kampar, dengan luas hamparan yang mengeluarkan asap mencapai 100-an hektare. Sementara titik kedua, di wilayah Kabupaten Kampar lahan sepanjang dua kilometer mengeluarkan asap. Penyebaran asap tak dapat diperkirakan karena sejauh mata memandang, yang terlihat hanya asap.
"Kita sudah upayakan, inilah hasil terbaik yang bisa diberikan hari ini. Kondisi ini akan segera kami laporkan kepada pimpinan," tambahnya.
menurut informasi yang dirangkum Haluan Riau di lokasi pemadaman, kondisi lahan yang terbakar tersebut, sudah berbulan lamanya mengeluarkan asap. "Sejak bulan puasa, lahan-lahan ini terus mengeluarkan asap. Hanya sekali-sekali terlihat api," kata Murhadi, salah seorang penjaga kebun di lokasi.
Terkait sanksi terhadap perusahaan yang terlibat Karhutla, Sekjen Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Bambang Hendroyono mengatakan, pihaknya tidak akan membeda-bedakan perlakuan antara perusahaan nasional atau perusahaan asing.
"Saya belum lihat (ada perusahaan asing ikut terlibat Karhutla, red). Tapi pasti sama perlakuannya. Pidana, dia jalan. Menteri LHK juga bisa cabut izinnnya. Sanksinya sama. Yang kita lihat terbakar areanya," ujar Bambang.
Dia juga memaparkan 3 langkah besar dari Kementerian LHK terkait kabut asap. Yang pertama adalah langkah pemadaman yang menjadi prioritas setelah Presiden Joko Widodo berkunjung. "Kedua, penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu dan sesegera mungkin para pembakar lahan dan hutan yang jelas terbukti itu segera dilakukan penegakan hukum," jelasnya.
Yang ketika adalah penanganan asap. Kementerian LHK juga berkonsentrasi untuk pemadaman asap dari darat dan udara. Ada 6 provinsi yang kini mendapat perhatian penuh. Yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. (dtc, rud, yuk)