PASIR PENGARAIAN (HR)- Kabut asap yang melanda wilayah Rokan Hulu, saat ini semakin tebal. Dampaknya, keadaan sepi karena warga banyak berkurung di dalam rumah. Namun sebagian warga lainnya khususnya yang berekonomi lemah tetap menjalankan aktivitas di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Jamal (59), warga Pasir Pengaraian, Senin (14/9) menuturkan kabut asap yang semakin tebal tidak menjadi penghalangnya menjalankan profesinya sebagai penyadap karet. Meskipun saat ini harga karet murah sekitar Rp6.800 per kilogram. Hal itu dilakukan karena tekanan ekonomi yang dirasakannya tahun ini sedikit lebih pahit dibanding tahun sebelumnya.
“Kondisi ekonomi dan tuntutan kebutuhan saat ini semua sudah pada tahu dan tidak perlu diungkapkan lagi. Harga karet turun dan udara tidak sehat. Bagi saya tidak menjadi penghalang dan harus dihadapi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berdiam diri di rumah sama dengan menyusahkan keluarga,” keluh Jamal, yang saat itu menarik nafas panjang.
Meski hasil dari kerjanya selama dua minggu mendapat uang Rp300 ribu, namun dia bersama anak sulungnya Arki (23) terpaksa bertahan dengan harapan harga getah karet mengalami peningkatan. Ironisnya lagi, jumlah getah karet yang disadapnya juga mengalami penurunan akibat musim kemarau.
“Hasil yang didapat dari dua hektare karet selama 1 minggu hanya sekitar 50 kilogram. Jika dikalikan Rp6.800 per kilogramnya maka hasilnya hanya Rp340.000. Kemudian dibagi dua dengan pemilik kebun karet maka hasil yang saya terima tinggal Rp170.000. Inilah hasil yang didapat setiap minggunya,” ungkap Jamal sedih.
Jamal dan Arki, berharap Pemerintah agar lebih peduli dengan kondisi ekonomi petani karet ini. Karena menurutnya sebagian petani karet yang ada di Pasir Pengaraian tidak memiliki keahlian lain selain menyadap karet. Sehingga ketika harga karet anjlok sebagian petani lebih memilih bertahan ketimbang mencari pekerjaan lainnya. (gus)