JAKARTA (HR)-Regu tembak akhirnya melepaskan timah panas ke jantung enam gembong narkoba yang sudah lama divonis mati. Eksekusi yang berlangsung Minggu (18/1) dini hari ini, merupakan genderang perang Indonesia terhadap narkoba.
Selain keenam gembong yang telah dieksekusi, masih terdapat 64 gembong narkorba yang akan dieksekusi mati tahun ini.
Enam gembong narkoba yang telah dieksekusi dengan ditembak mati pada Minggu dini hari terdiri dari 5 warga negara asing (WNA) dan seorang WNI. Eksekusi dilaksanakan di dua tempat, yakni di Nusakambangan dan Boyolali,Jawa Tengah.
Lima terpidana yang dieksekusi di Nusakambangan adalah yaitu Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya warga negara Belanda, Marco Archer Cardoso Moreira (Brasil), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou ( Nigeria),) dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). Sedangkan satu terpidana yang dieksekusi di Boyolali yaitu Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam).
Jaksa Agung MH Prasetyo menegaskan, pelaksanaan eksekusi mati terhadap enam gembong narkoba terpidana mati, telah berjalan lancar dan sesuai prosedur. Menurut Jaksa Agung, pihaknya akan konsisten dalam memerangi peredaran Narkoba.
Ia mengatakan Kejaksaaan Agung berkomitmen untuk memberikan hukuman maksimal terhadap para pelaku kejahatan Narkoba. "Kejaksaan tak akan surut untuk menuntut hukuman maksimal kejahatan narkotika khususnya pengimpor, bandar, pengedar untuk dituntut pidana yang seberat-beratnya," kata Prasetyo di Kejagung, Minggu (18/1).
MH Prasetyo berharap instansi terkait yang satu visi memberantas Narkoba seperti Polri, BNN, Kejaksaan dan Pengadilan menjadi garda terdepan dalam komitmen memberantas serta memerangi narkoba.
Selain itu, lanjut Prasetyo , ia juga akan mrngembangkan kasus narkotika ke tindak pidana pencucian uang (TPPU). Karena, tidak menutup kemungkinan para bandar dan gembong narkoba melakukan tindak pidana tersebut, mengingat betapa besarnya uang yang beredar di sekitar jaringan narkotika.
"Kalau kita rujuk sebelumnya, importir hampir satu ton, nilainya konon lebih dari Rp 1,5 triliun, tak mustahil uang sebanyak itu dicuci untuk lahirkan tindak pidana lain," jelasnya.
Nantinya, sambung Prasetyo, Kejaksaan juga akan menggandeng PPATK sebagai institusi yang kompeten dalam melihat aliran dana untuk memberi masukan dan bahan-bahan yang berkaitan dengan dugaan TPPU.
Tarik Dubes
Sementara itu, Pemerintah Belanda dan Brasil menarik Dutabesarnya dari Jakarta sebagai protes dan tekanan atas pelaksanaan eksekusi mati warga negaranya. Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders menilai eksekusi terhadap warga negara Belanda Ang Kiem Soe, 52 tahun, "merupakan pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan". Senada dengan itu, pemerintah Brasil menilai eksekusi hukuman mati terhadap salah satu warga negaranya di Indonesia karena kasus narkoba merupakan bentuk 'kekejaman'.
Dalam pernyataanya pemerintah Brasil mengatakan Moreira merupakan warga Brasil pertama yang dieksekusi di luar negeri dan memperingatkan hukuman itu akan 'merusak' hubungan dengan Indonesia.
Presiden Brasil Dilma Rousseff dalam sebuah pernyataan menyatakan, bahwa dia merasa kaget dan menilai hukuman itu kejam. "Hubungan antara kedua negara akan terpengaruh," kata presiden Rousseff.
"Duta besar Brasil di Jakarta telah ditarik untuk melakukan konsultasi," kata dia.
Selain Brasil, Belanda juga menarik kembali duta besarnya, setelah Menteri Luar Negeri Bert Koenders menilai eksekusi terhadap warga negara Belanda Ang Kiem Soe, 52 tahun, "merupakan pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan".
Kritik terhadap eksekusi hukuman mati juga disampaikan sejumlah organisasi Amnesty International dan pegiat HAM. Namun tekanan tersebut dianggap se[i oleh pemerintah Indonesia. Jaksa Agung MH Prasetyo menegaskan, pihaknya akan konsisten dalam memerangi peredaran Narkoba.
Sedangkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir atas langkah Brasil dan Belanda menarik duta besar mereka. "Pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir secara berlebihan atas tindakan penarikan Dubes tersebut," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis, Minggu kemarin.
Hikmahanto meminta Pemerintah Indonesia tidak lantas kendur dalam pelaksanaan hukuman mati untuk terpidana mati berikutnya. Menurut dia, penarikan mundur dubes harus dipahami sebagai ketidak-sukaan negara sahabat terhadap kebijakan pelaksanaan hukuman mati. Walau demikian, negara tersebut sangat paham bahwa mereka tidak mungkin melakukan intervensi terhadap kebijakan hukuman mati Indonesia.
Selain itu, penarikan dubes merupakan respons Pemerintah Brasil atau Belanda terhadap tuntutan publik dalam negeri masing-masing. Negara-negara asing tersebut, kata dia, tidak seharusnya melakukan protes secara berlebihan bila tindakan warga mereka menyebabkan generasi muda Indonesia terancam narkoba.
Bahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, Indonesia kini dalam keadaan darurat narkoba. “Tiap RT sudah ada pecandu, mulai oplosan, sampai shabu,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo saat melakukan diskusi umum di Kampus Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Sabtu.
Dikatakannya, 76 persen penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) adalah pecandu, pengedar dan pemasok narkoba.
Ia mengaku bangga dengan kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menangkap dan penggerebek sejumlah pengedar barang haram tersebut. Namun, justru saat ini perputaran barang haram tersebut lebih banyak di lapas-lapas. "Maka, tidak salah jika pemerintah memberikan hukuman tegas kepada pengedar dan pemasok dengan pidana mati," tegasnya. (kom/rol)