PEKANBARU (HR)-Meski masih berfluktuatif, namun dalam seminggu terakhir sejumlah titik api mulai muncul di wilayah Provinsi Riau. Menyikapi hal ini BLH Provinsi Riau langsung menegur perusahaan yang terindikasi.
Hotspot (titik panas) di Riau memang mengalami penurunan pada Sabtu (17/1). Dibanding pada hari sebelumnya dengan 23 titik, hanya 9 titik panas yang ditemukan Sabtu. Diantaranya 8 di Kabupaten Pelalawan dan satu laginya di Bengkalis.
"Sudah berkurang, namun di Pelalawan masih tertinggi," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, Yulwiriati Moesa dilansir dari GoRiau.com, Sabtu (17/1).
Untuk itu, dirinya tetap berharap kepada pihak terkait, baik para kepala desa (kades) dan kapolsek di kabupaten/kota untuk mengawasi aktivitas masyarakat dan perusahaan.
"Perlu dipantau diingatkan terus agar masyarakat dan perusahaan tidak membakar lahan," imbau Yulwiriati.
Pada Jumat (16/1) lalu terdeteksi 23 hotspot yang tersebar di 6 kabupaten di Riau. Terbanyak Kabupaten Pelalawan dengan 8 titik.
Menyusul Indragiri Hilir sebanyak 6 titik, Indragiri Hulu 5 titik, Kuansing 2 titik, serta Bengkalis dan Siak masing-masing 1 titik.
"Ini data yang kita terima dari satelit hingga 17.41 WIB," kata Yulwiriati Moesa.
Dua hari sebelumnya, 21 hotspot yang terpantau pada Rabu (14/1) yang tersebar di Indragiri Hulu (3), Pelalawan (10), Bengkalis (4), Kampar (2) dan Inhil (2). Sementara satu hotspot pada Kamis (15/1) kemarin ditemukan di Kabupaten Siak.
Pemprov Riau dengan Pemerintah Pusat melalui instansi terkait berupaya agar bencana besar seperti di awal 2014 lalu tidak terulang lagi.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi hampir di seluruh wilayah sehingga menyebabkan kabut asap tebal yang tidak sehat. Kerugian masyarakat tidak terhitung, puluh ribuan hektar lahan terbakar, banyak timbulnya penyakit, sekolah diliburkan, hingga mandatnya sistem perekonomian masyarakat.
Jelang Februari 2015, seperti puncak yang terjadi pada tahun lalu, akan dilakukan pencegahan secara tegas dan tepat untuk mengantisipasi kembali terulangnya bencana itu.
Pihak terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BP REDD+ dan lainnya.
Tegur Perusahaan
Peralatan Karhutla Monitoring System (KMS) merincikan secara jelas dan tepat wilayah-wilayah di Riau ketika bermunculan hotspot.
"Baik hasil maupun yang sedang berjalan, kita langsung tegur perusahaan terkait," jelas Yulwiriati Moesa, Jumat (16/1/2015).
Disebutkannya, setidaknya titik panas yang tertangkap tersebut berada di sekitar 15-20 perusahaan di Riau. "Itu kita pantau dan rincikan setiap harinya," ujar mantan Dirut RSUD Arifin Achmad ini.
Dilanjutkan Yulwiriati, karena sistem KMS ini baru difungsikan oleh Pemprov Riau, maka pihaknya akan meminta kepada perusahaan-perusahaan terkait untuk memverifikasi lahan-lahan yang mereka miliki.
"Karena kita juga perlu menghadapkan kepada prosedur kepemilikan, mana tau tidak seluruh lahan yang terbakar seperti terpantau di KMS mereka miliki. Bisa saja sebagian atau seluruhnya milik masyarakat, ini yang perlu kita pastikan," sambung Yulwiriati.
Mengenai sanksi, untuk sementara pihak BLH Riau baru bisa menyampaikannya dengan bentuk teguran. Namun jika nantinya memang terbukti kebakaran terjadi di lahan perusahaan, dan terjadi berulang kali, sanksi tegas akan diberlakukan.
"Karena itu kita ingin pastikan terlebih dahulu. Bisa saja nantinya jika mereka sudah tergolong tidak patuh, maka sanksi tegas berupa pencabutan izin bisa dilakukan," pungkasnya.(grc/yuk)