SELATPANJANG (HR) – Kemarau panjang yang terjadi di Kepulauan Meranti berdampak buruk bagi perekonomian masyarakat. Selain semakin sulit mendapatkan air bersih, kemarau ternyata juga menyulitkan para pengusaha pemilik kilang sagu.
Akiat, salah seorang pemilik kilang sagu di Tebingtinggi Barat kepada Haluan Riau mengaku hampir dua bulan belakangan ini, pihaknya mengalami kerugian.
Kerugian yang pertama, akibat merosotnya nilai jual tepung sagu kering belakangan ini. Dimana pasaran tepung sagu di daerah Cirebon Jawa Tengah mengalami penurunan harga. Hal itu juga diakibatkan oleh banjirnya pasokan komoditi tersebut dari Indonesia bagian timur.
Disusul dengan kondisi musim kemarau yang melanda sebagian besar Provinsi Riau, termasuk Kepulauan Meranti mengakibatkan minimnya turun hujan.
"Kondisi tanah di Meranti yang bergambut, jika musim kemarau berkepanjangan, maka cadangan air dalam tanah juga akan turut mongering. Mengeringnya cadangan air dalam tanah itu juga sangat berpengaruh kelanjutan proses pengolahan sagu,”ungkapnya.
Diakuinya, sejak dua bulan terakhir, sejak kemarau melanda persediaan air dalam tanah sudha sangat sedikit. Hingga saat ini banyak kilang sagu yang telah menghentikan produskinya. Penghentian produksi tersebut akibat tidak adanya air tawar untuk membatu proses pengolahan sagu.
Air tawar menjadi sebuah kebutuhan pokok dalam mengolah sagu. Sedangkan air laut sama sekali tidak bisa dijadikan pemroses pengolahan sagu tersebut. Karena jika menggunakan air laut maka teoung yang akan dihasilkan akan berasa asin.
"Jadi kebutuhan air tawar atau air bersih menjadi kebutuhan pokok bagi kilang pengolah sagu. Jika kondisi kemarau ini tetap berlanjut, maka akan terjadi penurunan dalam jumlah besar produksi sagu dari Meranti,”sebutnya lagi.(jos)