SELATPANJANG (HR)- Seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti berada di daearah pesisir. Dikelilingi laut berpulau-pulau. Setidaknya ada lima pulau yang terdapat di Kepulauan Meranti.
Dari awalnya, kehidupan masyarakat Meranti hanya mengandalkan air bersih dari hujan. Hujan turun, maka masyarakatpun bisa menampungnya. Dan jika terjadi musim kemarau panjang seperti saat ini, maka masyarakatpun mulai kesulitan mendapatkan air bersih.
Persoalan mendapatkan air bersih menjadi kendala utama bagi kelangsungan hidup masyarakat. Terutama bagi warga yang hidup dekat dengan pinggir pantai. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan air bersih itu harus membeli air hujan, kadang juga harus membeli air untuk mandi.
Pantauan Haluan Riau di Kepulauan Meranti, kesulitan mendapatkan air bersih itu masih menjadi sebuah persoalan yang belum terpecahkan saat ini. Setidaknya untuk umumnya masyarakat Meranti yang terdiiri dari 9 kecamatan dengan 96 desa dan 4 kelurahan itu.
Sehingga tidak jarang diberbagai desa terpencil, ketiadaan air berih itu akhirnya air dari dalam tanah yang berupa teh hitam itu terpaksa dikonsumsi.
Sementara sebagian besar masyarakat yang berada di perkotaan, bisa membeli air bersih itu dari para pemilik ruko yang memang sengaja dipersiapkan untuk menampung air hujan dalam jumlah besar.
Sehingga para tauke pemilik ruko inipun biasanya akan meraih keuntungan jika kemarau berlangsung lama. Sebab semakin lama musim kemarau, dengan sendirinya air hujan itu akan naik.
Kalau awalnya dijual Rp.1.000/ jeregen maka jika berlanjut terus bisa mencapai 10 hingga 12 000/jeregen. Parahnya lagi, jika musim kemarau toh berlanjut, pada akhirnya toke ini juga tidak mau menjualnya lagi. Takut kalau kebutuhan keluarga mereka-pun akan terancam.
Bagi sebagian masyarakat khususnya warga tempatan yang ekonomi mampu, harga tidak menjadi soal asal ada yang menjual. Namun walau banyak warga yang mampu tapi jauh lebih banyak warga yang tidak mampu membeli air hujan semahal itu.
Tidak ada pilihan lain kecuali harus mengonsumsi air tanah dari sumur yang terdapat jauh ke pedalaman, yang warnanya coklat tua, bahkan kehitaman bagai air kopi itu.
Yusuf, salah seorang warga Rintis kepada Haluan Riau mengungkapkan, persoalan air bersih ini ternyata masih menjadi persoalan pelik yang belum mampu diatasi oleh pemerintah.
Masyarakat sangat berharap kebutuhan air bersih tersebut hendaknya bisa diatasi oleh pemerintah. Pemerintah menurutnya tahu apa yang harus diperbuat untuk mengadakan air bersih di Meranti. Itulah harapan masyarakat sehingga tidak selamanya mengandalkan air hujan.
Kalau seperti saat ini musim kemarau berkepanjangan, mencari air bersih sangatlah susahnya. Ada pabrik yang mengolah air bersih, tapi hanya mampu memberikan kebutuhan untuk cuci dan mandi. Sementara untuk minum masih mengandalkan air hujan.
"Kita berharap kepada pemerintah daerah hendaknya dapat mewujudkan ketersediaan air bersih tersebut, sehingga Meranti bebas dari persoalan air bersih, ”harapnya.(jos)