SINGAPURA (HR)- Serangan pembajakan kapal-kapal yang melintasi jalur Selat Malaka dan Selat Singapura semakin marak. Malaysia dan Indonesia pun mengerahkan tim cepat tanggap untuk melawan pembajakan kapal di salah satu jalur ekspedisi paling sibuk di dunia tersebut.
Catatan kelompok antipembajakan, seperti dilansir Reuters, Rabu (26/8), menyebut ada lebih dari 70 kapal yang dibajak saat melintasi kedua selat tersebut, sepanjang tahun ini. Jumlah ini tercatat paling tinggi sejak tahun 2008 lalu, termasuk tujuh kasus pada akhir pekan lalu.
"Kami secara umum merekomendasikan agar kapal yang hendak ke Singapura dan melintasi perairan Malaysia, harus melakukan langkah-langkah keamanan," tutur juru bicara salah satu perusahaan ekspedisi terbesar dunia, Maersk Line, Michael Storgaard.
Salah satu kapal yang diserang perompak, pekan lalu, ialah kapal kontainer milik Maersk Lebu. Maraknya aksi perompakan membuat Badan Penegakan Hukum Maritim Malaysia (MMEA) maupun patroli laut setempat untuk mengerahkan helikopter khusus dan tim penyelamat (STAR) di Johor Bharu.
"Tim STAR dikerahkan sebagai tambahan bagi personel MMEA lainnya yang ditugaskan melawan pembajakan atau perampokan di laut. Saya tidak bisa memberitahu Anda jumlah personelnya, tapi cukup tangguh untuk melakukan operasi antipembajakan," tegas Direktur Urusan Maritim pada Departemen Penyelidikan Kriminal MMEA, Laksamana Muda Zulkifili bin Abu Bakar kepada Reuters.
Singapura, Indonesia dan Malaysia telah melakukan koordinasi terkait patroli Angkatan Laut dan patroli laut di Selat Malaka dan perairan Laut China Selatan. Namun dihambat oleh kurangnya sumber daya, padahal keberadaan pantai dan pulau-pulau mempermudah para perompak untuk beraksi.
"Ini bukan tim baru (bagi Indonesia), melainkan hanya meningkatkan kerja sama dan koordinasi patroli... khususnya di area (Selat) Malaka. Kami telah berkomunikasi dan hasilnya signifikan," tutur Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispen AL), Kolonel Laut (P) M Zainudin.(dtc/ara)