Menkeu Klaim Buyback Obligasi Sukses Stabilkan Pasar Uang

Kamis, 27 Agustus 2015 - 09:06 WIB
Ilustrasi

Jakarta (HR)-Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengklaim langkah pemerintah melakukan pembelian kembali sebagian surat utang negara berhasil menstabilkan pasar obligasi. Indikatornya, kata Bambang, bisa dilihat dari volatilitas pasar yang berkurang serta tingkat imbal hasil yang turun.

"Dari market volatility dan tingkat bunganya sudah lebih stabil," ujar Bambang di Istana Kepresidenan, Rabu (26/8).

Sayangnya, Menkeu tidak bisa mengungkapkan berapa besar penurunan yield obligasi dan indikator stabilisasi pasar yang disebutkannya.
Menurut Bambang, buyback obligasi akan dilakukan pemerintah jika dibutuhkan tanpa diinformasikan terlebih dahulu ke publik. Selain buyback yang sifatnya reguler dan menggunakan APBN, pemerintah juga sudah menyiapkan punya instrumen buyback siaga di bawah kerangka Bond Stabilization Framework (BSF).

"Kalau belum kondisi berat ya tidak usah pakai BSF," katanya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, sejak Senin (24/8) hingga Selasa (25/8) terjadi aksi lepas kepemilikan obligasi negara oleh investor asing, dengan jumlah modal yang kabur mencapai Rp4 triliun. Dalam rangka stabilisasi pasar uang, BI mengaku telah menggelontorkan dana hingga Rp3 triliun untuk menyerap surat berharga negara (SBN) yang dilepas asing.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Pengelolaan Risiko Robert Pakpahan menyebut, pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp3 triliun untuk buyback obligasi negara dari investor.

Dari pagu tersebut, pemerintah telah menggunakan Rp 500 miliar untuk membeli kembali surat berharga negara (SBN) untuk seri seri FR0048 dan FR0036.

Menurut Robert, dari total utang pemerintah sebesar Rp2.850 triliun, 54 persen atau sekitar Rp1.539 triliun merupakan utang rupiah. Sisanya terbagi ke dalam beberapa denominasi, yakni dolar AS sebesar 28 persen atau sekitar Rp722 triliun, Yen sebesar 9 persen atau sekitar 256 triliun dan Euro 3 persen 85,5 triliun.

"Berarti yang (utang dolar AS) 28 persen itu ada (risiko), bisa naik lah," tuturnya di Jakarta, Senin (24/8).(cnn/mel)

Editor:

Terkini

Terpopuler