JAKARTA (HR)-Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai Senin, 24 Agustus 2015, sampai Rabu, 26 Agustus 2015.
akan menggelar rangkaian tahapan akhir seleksi yang akan diikuti 19 kandidat yang lolos tahapan sebelumnya. Di tahap akhir ini, Panitia Seleksi akan memilih delapan nama untuk diserahkan
ke Presiden Joko Widodo, dan selanjutnya dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dipilih empat orang.
Sejak bulan lalu, Indonesia Corruption Watch dan sejumlah koalisi masyarakat sipil membuka pos pengaduan dan pelacakan untuk menelusuri rekam jejak calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019. Untuk sementara, dari 19 calon yang tersisa, sedikitnya delapan kandidat terindikasi bermasalah, baik berupa pelanggaran etika maupun hukum, yaitu:
Ada kandidat yang kinerjanya di instansi lama, terutama dalam penyidikan kasus korupsi, bermasalah.
Ada kandidat yang diduga pernah memerintahkan bawahannya di instansi lama untuk menyalahgunakan wewenang disertai imbalan.
Sebagian kandidat tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Sebagian baru menyerahkan laporan itu sesaat sebelum mendaftar sebagai calon pimpinan KPK.
Sebagian kandidat memiliki nilai aset yang tidak sebanding dengan pendapatannya sebagai pejabat, bahkan jika calon tersebut bekerja seumur hidup dengan gaji tertinggi menjelang pensiun.
Ada kandidat yang pernah bermasalah dengan pemeriksaan internal dalam urusan pengelolaan keuangan di institusi lama tempatnya bekerja.
Ada kandidat yang tercatat memvonis ringan dan membebaskan terdakwa kasus korupsi.
Ada kendaraan pribadi kandidat, berupa motor gede, yang pembayaran pajaknya terlambat.
Ada kandidat yang memiliki ijazah sarjana (S1) dari perguruan tinggi yang oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi dinyatakan bermasalah.
Sebagian kandidat memiliki mobil mewah, dengan nomor kendaraan pesanan mirip nama yang bersangkutan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan hasil penelusuran rekam jejak calon pemimpin KPK kepada Presiden. PPATK menemukan beberapa transaksi bermasalah.
Destry memastikan masih ada calon yang dianggap PPATK bermasalah setelah jumlahnya menjadi 19 orang.
Menurut PPATK, transaksi yang melibatkan sepuluh orang tersebut variatif. "Ada yang satu atau beberapa kali transaksi tunai. Tidak sesuai dengan profil mereka," ujar M. Yusuf, Ketua PPATK. Dalam penelusuran itu, PPATK juga menelisik transaksi dari istri, anak, dan keluarga calon pimpinan. (tmp)