PEKANBARU (HR)-Krisis harga jual tandan buah segar sawit, hingga kini semakin parah. Harga jualnya di tingkat petani saat ini, dikabarkan terus mencapai titik terendah. Bila kondisi ini terus terjadi, ancaman akan datangnya kredit macet, sudah berada di depan mata.
Seperti dituturkan Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Setdaprov Riau, Masperi, pihaknya telah menerima laporan dari Dinas Perkebunan dan kelompok tani soal anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
“Sekarang kondisi ekonomi masyarakat khususnya petani kelapa sawit di Riau sangat lemah. Laporan terbaru yang kami terima, sekarang harga TBS hanya Rp300 sampai Rp400 per kilogram, jauh turun dari harga normalnya Rp1.400 sampai Rp1.500 per kilo,” ungkapnya, Kamis (20/8).
Menurutnya, kondisi ini sangat memengaruhi tingkat ekonomi petani, karena hampir 60 persen penghasilan masyarakat petani di Riau berasal dari perkebunan sawit. Bila kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan kemampuan ekonomi para petani akan makin tergerus.
Buntutnya, petani yang biasanya mengandalkan pinjaman bank untuk menjalankan usaha kebunnya, akan kesulitan membayar pinjaman setiap bulan dan ujungnya meningkatkan potensi kredit macet.
Dalam hal ini, Masperi berharap ada solusi terbaik yang ditawarkan otoritas keuangan seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewaspadai meningkatnya potensi kredit macet itu. “Kami harap nanti perlu dibahas bersama Pemprov, BI dan OJK serta pihak terkait lainnya agar bisa menyelesaikan masalah yang saat ini terjadi di Riau,” katanya.
Sementara itu, Kepala OJK Wilayah Riau, Muhammad Nursin Subandi, mengatakan, bulan lalu OJK telah mengeluarkan peraturan yang merilis 35 rancangan dan strategi dalam rangka menghadapi pelemahan ekonomi nasional dan sejumlah kebijakan stimulus di sektor perbankan.
“Dari total 35 rancangan itu, 12 di antaranya adalah kebijakan memberikan stimulus di sektor perbankan untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan kredit,” katanya.
Khusus untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kredit macet pada petani, pihaknya mengimbau perbankan mencarikan solusi jangka pendek terhadap nasabah itu, salah satunya dengan melakukan rasionalisasi kredit.
Meski demikian, langkah rasionalisasi kredit yang dapat diambil oleh perbankan, harus tetap memerhatikan beragam pertimbangan serta tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. “Intinya bank harus tetap menawarkan solusi bagi kreditur seperti petani yang kemampuan bayarnya melemah tentu dengan pertimbangan dan mengedepankan prinsip kehati-hatian,” paparnya.
Sementara itu, masih parahnya harga TBS sawit di tingkat petani, juga dibenarkan anggota Komisi C DPRD Riau, Husni Thamrin. "Pada tahun-tahun lalu, kejadian serupa juga pernah terjadi. Namun tidak sampai separah ini, petani makin menjerit," ujarnya.
Dituturkannya, saat harga TBS sawit masih Rp900 per kilogram, petani masih bisa membiayai biaya pendidikan anak-anak mereka. "Sekarang, untuk makan saja petani kita sudah susah. Harga jualnya ada yang malah mencapai Rp400 per kilo," ujar Thamrin.
“Pemprov harus segera koordinasi dengan pemerintah pusat. Karena ini sudah berjalan satu bulan. Sebulan lagi saja harga seperti ini, matilah masyarakat kita. Apalagi kalau terjadi tiga sampai empat bulan,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Ketua DPRD Riau, Suparman. Menurut politisi Golkar ini, pemerintah harus segera mencari tahu dan memastikan apa penyebab anjloknya harga TBS di tingkat petani tersebut. Dengan demikian, diharapkan pemerintah sekaligus bisa mencari solusi yang tepat. "Kita tidak bisa menanggap remeh ini, sebab sebagian besar masyarakat Riau menggantungkan hidup dari pertanian sawit ini," tegasnya. (nie, rud)