PEKANBARU (HR)-Kebijakan pemerintah memberikan remisi (pengurangan masa hukuman, red) terhadap narapidana seiring dengan HUT ke-70 Kemerdekaan Republik Indonesia, memang disambut gembira warga binaan. Namun kegembiraan itu tidak dirasakan oleh mereka yang terjerat dalam kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasalnya, mereka tidak menerima remisi tersebut.
Rasa gundah itu dilontarkan salah seorang narapidana kasus korupsi yang masih meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pekanbaru, Faisal Aswan, Senin (17/8). Faisal Aswan adalah mantan anggota DPRD Riau yang menjalani hukuman dalam kasus tindak pidana korupsi suap PON XVIII Riau, yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya sudah 3,5 tahun di sini (Lapas Kelas II Pekanbaru, red). Satu hari pun saya tidak mendapatkan remisi. Tidak ada sedikit pun rasa penghargaan selaku warga binaan yang telah mematuhi segala aturan dan berbuat baik di sini," ungkap terpidana 4 tahun dan 2 bulan ini.
Narapidana
Lebih lanjut, mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Karang Taruna Riau tersebut juga menyebut kalau dirinya bersama 12 napi tipikor dari penyidikan KPK, telah mendapat diskriminasi dari negara. Menurutnya, perlakuan ini sangat berbeda dengan napi tipikor lain yang kasusnya ditangani pihak Kejaksaan dan Kepolisian.
"Satu pun remisi tidak kami dapatkan. Kami tidak tahu mengapa. Hal tersebut berkaitan PP (Peraturan Pemerintah, red) Nomor 99 Tahun 2012. Ada persyaratan yang mesti kami penuhi. Dalam perjalanannya, kasus yang ditangani Jaksa dan Polisi saja yang mendapatkan. Berbeda dengan dari KPK, tidak ada satu pun yang diberikan. Ini menjadi kendala bagi bagi napi tipikor KPK," lanjut Faisal Aswan.
Di sini, dirinya merasa adanya ketidakadilan dalam menjalankan hukuman sehingga mengganggu rasa keadilan. "Masih kan kami ini diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Mohon hak-hak kami dipenuhi, sebagaimana kami memenuhi kewajiban kami selaku warga negara yang menjalankan hukuman," harap Faisal Aswan lebih lanjut.
Tetap Diusulkan
Menyikapi hal itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Riau, Ferdinand Siagian, mengatakan pihaknya telah mengajukan usulan terhadap 915 napi tindak pidana korupsi (tipikor).
"Seluruh napi (baik tipikor, red) diajukan untuk mendapatkan remisi. Kita ajukan ke Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham RI," terangnya, usai pemberian remisi kepada warga binaan di Lapas Kelas II A Pekanbaru, Senin (17/8).
Usulan tersebut, terangnya, berdasarkan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai warga binaan lapas, status napi Tipikor sama seperti napipidana lainnya. Jika memenuhi syarat untuk diberikan pengajuan remisi, maka napi yang bersangkutan akan diusulkan kepada Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham RI.
"Kalau berkelakuan baik itu wajib diberi remisi. Ini adalah kewajiban Kemenkumham. Kalau memenuhi syarat akan diajukan," tegas mantan mantan Kapuspen Kemenkumham RI tersebut.
Persoalan diterima atau tidak, sebut Ferdinand, nantinya akan menjadi kewenangan Dirjen Pemasyarakatan untuk menilai lebih lanjut.
Paling banyak remisi yang diberikan mencapai dua bulan pengurangan masa hukuman. Sementara itu, selain napi tindak pidana khusus, termasuk tipikor, terdapat napi pidana umum yang menerima remisi kemerdekaan ke-70 RI dan remisi Dasawarsa. Jumlah napi Pidum yang menerima remisi mencapai 3.601 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 139 orang di antara mereka langsung dapat menghirup udara segar. Mendapat remisi, masa tahanan mereka langsung berakhir. Khusus untuk Lapas Kelas II A Pekanbaru, jumlah napi yang menghirup udara bebas mencapai 16 orang. Seluruhnya merupakan narapidana pidana umum. (dod)