Tanggal 9 Agustus 2015 momen sangat berarti bagi Provinsi Riau. Peringatan hari jadi ke 58 tahun, dimana sebuah bilangan usia yang bernilai banyak makna tergantung dari perspektif dan sudut pandang apa yang dipakai untuk memaknai. Disamping satu yang lebih penting dari usia, bahwa ke depan tuntutan bakal lebih banyak. Begitu juga tantangan dan ujian yang menghadang.
Belum lagi persoalan lain yang dinilai menambah kompleksitas situasi daerah. Paska peristiwa hukum yang mendera pucuk pimpinan daerah. Bisa dibilang menyita tenaga dan perhatian elemen provinsi ini. Paling pelik, menyisakan trauma yang menghantui penyelenggaraan pemerintahan. Suasana birokrasi jadi penuh was-was. Khawatir bernasib serupa.
Entah ada hubungan atau tidak, produktivitas dan kinerja pun rendah. Tengok saja realisasi keuangan beberapa tahun belakangan yang selalu SilPa. Lebih lagi berharap Improvisasi kebijakan. Inilah gambaran besar penyelenggaraan pemerintahan daerah belakangan, yang perlu diketahui bersama.
Rendahnya realisasi anggaran yang disinggung tadi, praktis membuat pemenuhan kebutuhan mendasar dan penunjang bagi masyarakat jauh dari optimal. Khusus untuk Tahun Anggaran 2014, kebutuhan dasar pendidikan misalkan, sungguh miris. Mengingat realisasi yang hanya 56,16 persen.
Terlebih di tengah kebutuhan akan SDM lebih baik yang kian mendesak, menimbang elemen mendasar ini sangat menentukan capaian provinsi ini ke depan. Konteks terkini, yang akan dihadapi bukan permasalahan lokal dan kompetisi antara daerah saja. Tetapi juga situasi global.
Sebagai langkah awal adalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, sebagai momen penting yang hangat diperbincangkan para pengamat dan pengambil kebijakan di negeri kita. Sebab, konsekuensi penerapan otonomi daerah, peran daerah jelas bukan lagi sebagai penggembira. Tapi pemain utama.
Apalagi bicara Riau. Secara geografis terletak di jalur perdagangan dan ekonomi internasional. Dapat dipastikan, negara-negara Asean akan berebut untuk masuk ke Riau. Hasrat itu bukan isapan jempol belaka. Kenyataannya, memang sejumlah negara semisal Thailand, Singapura, Brunai dan lainnya sudah memasukkan Bahasa Indonesia sebagai ke dalam daftar skill yang mesti dikuasai tenaga kerja mereka. Artinya mereka telah menyiapkan diri dengan baik untuk MEA 2015.
Bagi negara kita Indonesia secara umum dan Riau khususnya, membentuk jalinan benang merah antara kesiapan kita dan MEA bisa dimaknai bermata dua. Bisa jadi peluang emas, bisa pula sebaliknya mimpi buruk, terlebih bagi masyarakat Riau. Kuncinya ada pada kesiapan kita dan sejauhmana elemen berkompeten di Provinsi Riau dapat bersinergi merebut peluang tersebut.
Belum Siap?
Ya, jika mau bicara jujur Pemprov Riau dan masyarakat belum sepenuhnya dalam keadaan siap (dalam artian dapat dibuktikan dengan tolak ukur faktual). Adalah kualitas manusia dan juga unsur penting berikutnya yakni strategi ekonomi yang menjadi titik keraguan, dua sektor yang jadi sorotan utama dalam Perda nomor 7 tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Riau.
Untuk pendidikan, ancaman sudah mengintai. Mengutip pernyataan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing. Artinya, tak ada gunanya lagi bila sekarang bila gagasan pemerintah berupa perlindungan tenaga kerja lokal dengan berbagai macam regulasi dan kebijakan.
Akan tetapi bagaimana dalam waktu bertahap pihak penyelenggara pemerintahan dapat menggalang segenap pemangku kepentingan supaya dapat berjalan beriringan dan saling bekerjasama guna menutupi kelemahan daya jangkau konsekuensi keterbatasan sisi pemerintahan. Baik itu dalam hal meningkatkan kualitas SDM dan ekonomi.
Dalam hal SDM, perihal keterbatasan jangkauan pemerintah sebenarnya bisa disiasati. Dan dari segi acuan hukum sudah ada pijakan yang dapat dipakai. Sebagaimana termuat pada pendekatan dalam menyusun strategi mewujudkan pembangunan jangka menengah daerah di dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Riau 2005-2025 bahwa pembangunan terkonsentrasi pada rakyat sebagai subjek (people centered development), dan berorientasi pemberdayaan (parcipatory based development).
Pendekatan ini sudah semestinya dipakai sebagai kerangka kerja Pemprov. Konkritnya, realisasi anggaran dapat menggunakan skema belanja tidak lansung diantaranya bantuan sosial, hibah dan sejenisnya. Tinggal kemudian bagaimana mekanisme seleksi dan monitornya diperbaiki agar tepat sasaran. Sehingga kerja pemerintah pun dapat terbantu dan diakselerasi.
Begitupula dalam hal ekonomi. Bagaimana menginisiasi agar terjalin hubungan lebih “mesra” antara pihak perbankan dengan pelaku Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) yang ada di Riau. Bisa pula dengan memaksimalkan pemain utama ekonomi yang telah mengakar di tengah masyarakat, seperti koperasi. Dengan begitu UMKM bisa berbuat lebih banyak.
Karena sulit berharap mereka bisa menguasai Asia. Jika untuk menguasai pasar Sumatera, atau antar pulau Indonesia saja mereka belum mampu. Padahal untuk bisa ke luar negri, idealnya produk UMKM harus bisa diterima dan menguasai pasar dalam negeri terlebih dahulu. Dan, sebenarnya produk UMKM Riau sudah banyak di pasaran. Tapi sayang masih sebatas Riau saja.
Dua hal inilah, SDM dan Ekonomi, modal utama Riau menatap kancah global. Atau setidaknya, dengan pembenahan akan membentuk benteng supaya kita tidak jadi bulan-bulanan ketika menghadapi MEA, yang mana kita hanya kelas pekerja. Mudah-mudahan peringatan HUT Riau ini mampu menjadi terminal bagi kita, berhenti sebentar untuk menghela nafas dan mengumpulkan tenaga untuk mengupayakan sesuatu yang terbaik ke depan.***
Oleh: H Husni Thamrin, SH, MH - Ketua Fraksi Gerindra Sejahtera DPRD Provinsi Riau