Menjadi Kepala Daerah, untuk Apa?

Senin, 03 Agustus 2015 - 09:47 WIB
ilustrasi


Saat ini sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Riau menghadapi proses rekruitmen Kepala Daerah. Daerah tersebut adalah Kabupaten Bengkalis, Meranti, Rohil, Rohul, Pelalawan, Siak, Inhu, Kuansing dan Kota Dumai.
Sampai pada saat proses pendaftaran calon, kita bersyukur dapat berjalan lancar aman dan kondusif. Betapa pentingya proses Pilkada di kawal bersama-sama oleh masyarakat, karena hasil Pilkada ini akan melahirkan pemimpin daerah yang akan berdampak langsung terhadap nasib masyarakat yang ada di daerah tersebut. Data dan fakta banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi APBD, kementerian dalam negeri menyebutkan ada 150-an kepala daerah yang terlibat kasus korupsi sampai tahun 2015, dan ada 700 an kepala daerah yang terkena kasus korupsi jika di hitung sejak adanya Pemilukada secara langsung.
Tentunya kepala daerah yang menjadi tersangka akan sulit melaksanakan program mensejahterahkan masyarakat.
Secara mudah kita bisa menduga mengapa banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, karena besarnya cost politik menjadi kepala daerah. Berapakah dana yang harus di gelontorkan oleh para kandidat untuk menjadi kepala daerah?
Secara pasti angkanya kita sulit menduga, tetapi secara umum adapun gambaran biaya yang harus disiapkan adalah biaya mendapatkan dukungan dari partai politik, biaya sosialisasi yakni melakukan kunjungan langsung ke para calon pemilih.
Biaya gambar-gambar yang harus di pajang dalam bentuk billboard, baleho, spanduk, stiker, dll. Kemudian biaya di masa kampanye, biaya saksi di TPS yang biayanya berupa kegiatan training untuk para saksi serta uang saku saksi yang sudah berkeringat berada di TPS dari pagi sampai sore menjaga suara para kandidat agar tidak di curangi.
Biaya operasional tim sukses yang di bentuk dari mulai tingkat kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa sampai ke tingkat RW dan RT. Belum lagi pasca penetapan hasil oleh KPUD, calon yang kalah akan menggugat calon yang menang di Mahkamah Konstitusi nantinya, sehingga dana untuk itu harus di siapkan pula secara khusus. Dengan biaya yang begitu besarnya mengapa banyak yang ingin maju sebagai Kepala daerah, apakah karena murni ingin mensejahterakan rakyat atau karena ingin menyantap kue APBD.
Uang APBD begitu memikat hati, faktanya memang yang ingin maju adalah orang-orang yang selama ini dekat dengan uang APBD atau APBN. Ada anggota dan mantan anggota DPR/DPRD, mantan walikota atau mantan bupati, bahkan ada yang masih menjadi bupati, ada yang mantan birokrat atau birokrat seperti kepala dinas, ada juga pengusaha yang proyeknya adalah proyek-proyek APBD/APBN. Profesi mereka adalah orang-orang yang sangat dekat dengan urusan uang rakyat.
Maju sebagai kepala daerah bisa jadi seperti berdagang, keluar modal di awal, kemudian akan mendapatkan keuntungan kemudian. Inilah yang menyebabkan mengapa pemimpin dari hasil Pilkada lebih menyenangi membuat proyek-proyek multi years, dari pada membangun jalan dan jembatan di desa-desa, penyuluhan dan pendampingan usaha kecil menengah, atau membangun drenase yang nilai proyeknya cuma puluhan juta atau ratusan juta. Bukan rahasia umum kalau proyek multi years lebih mudah dan besar nilai fee proyek nya.
Harapan Rakyat
Mekanisme Pemilukada yang di atur dalam UU menuntut para calon harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa ikut dalam proses pemilihan tersebut, walau sebenarnya banyak tokoh yang potensial untuk memimpin, hanya karena tidak punya uang mereka tidak bisa maju. Untuk itu kepada bakal calon, harapan rakyat kepada anda, hendaklah maju sebagai calon kepala daerah bukanlah untuk korupsi tetapi untuk berbakti, bukanlah karena mencari tahta tetapi karena ingin memberi cinta kepada rakyat, bukanlah untuk menjadi berdosa, tetapi justru menjadi jalan masuk ke dalam surga. Berbagai persoalan di daerah sudah menunggu, seperti pemerataan infrastruktur, penentasan kemiskinan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, permasalahan pertanahan, kabut asap yang datang secara musiman, pelayanan dan mental birokrasi yang buruk, persoalan moralitas pemuda, pengangguran dan sulitnya lapangan kerja serta sejumlah persoalan lain yang terus datang seiring dengan berkembangnya provinsi Riau dan tantangan dunia International.
Bagaimana Memilih  Pemimpin yang Berkualitas
Bagaimana memilih pemimpin yang berkualitas, maka kita perlu memiliki pengetahuan dan wawasan tentang ciri-ciri pemimpin yang berkualitas. Kualitas seorang pemimpin sangat tergantung terhadap landasan dan prinsip-prinsip yang dimilikinya ketika bekerja untuk tugas-tugas kepemimpinnanya. Landasan dan prinsip-prinsip tersebut adalah, seorang pemimpin harus memiliki visi yang kuat, tujuan yang jelas, nilai (Value) yang mudah dipahami oleh para pengikutnya. Visi adalah milik pemimpin sedangkan misi milik organisasi. Kepemimpinan harus dianggap sebagai sebuah amanah (beban) yang harus dijalankan dengan rasa tanggungjawab dengan berbasiskan nilai-nilai professional. Kepemimpinan bukanlah sebuah penghormatan, penghargaan dan sebuah kedudukan. Perhatikan begitu banyak pemimpin yang hancur di puncak karir ketika kedudukan dan jabatan menjadi obsesi dan tujuan kepemimpinan. Setiap manusia adalah pemimpin, maka dia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya (Al-Hadits).
Pemimpin harus sukses memimpin diri sendiri dan keluarga, inilah inti kepemimpinan diri dan puncaknya adalah kepemimpinan spiritual, sehingga pemimpin harus menjadi model, contoh, qudwah, tauladan bagi orang lain, dia berfungsi seperti magnet yang dapat menarik orang lain ke dalam lingkaran pengaruhnya, ini lah arti sebuah integritas.
Akhirnya semoga pada tanggal 9 Desember 2015 nanti, warga masyarakat yang melaksanakan Pilkada   mendapatkan pemimpin yang mampu membawa keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat dan ini sangat tergantung bagaimana rakyat memilih nanti dengan cerdas dan sesuai dengan hati nuraninya. Memilih dengan cerdas artinya memilih karena profil, track record dan program kerja calon pemimpin. Jangan memilih karena sembako, uang dan bentuk materi lainnya, karena ada pameo di kalangan para kandidat, jika dia sudah terpilih karena pemberian materinya, maka dia tidak perlu lagi memenuhi janji kampanyenya, karena pemilih termotivasi memilih karena materinya bukan programnya.***
(Oleh: Yusriadi) Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Lancang Kuning.

 

Editor:

Terkini

Terpopuler