Musim kemarau sudah memasuki bulan kelima di tahun 2015, kondisi ini mengakibatkan kekeringan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan Sumatera.
Kekeringan diperparah dengan aktifitas pembakaran lahan yang dilakukan warga, seperti di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Anggota Komisi III DPR RI, Hj Mukhniarti, mengungkapkan beberapa kebakaran hutan dilakukan dengan sengaja. Warga secara sadar melakukan pembakaran di sebagian besar lahan gambut untuk membuka lahan baru.
“Masyarakat memanfaatkan membuka lahan baru dengan membakar, sehingga memproduksi asap. Padahal tanpa membakar, sebenarnya masyarakat bisa membuka lahan. Tetapi masyarakat banyak terlanjur menganggap abu sisa pembakaran lahan dapat menyuburkan tanamannya. Meskipun hal ini mungkin benar, tapi kan secara aturan hukum enggak boleh,” sebutnya.
Kondisi seperti ini menurut anggota Fraksi Demokrat itu sudah menjadi sebuah tradisi di masyarakat. Ia menyebutkan bahwa tugas pemerintah tak mudah. Penyuluhan mengenai bahaya pembakaran lahan kepada masyarakat belum sepenuhnya berhasil.
“Jangan hanya sekedar melakukan imbauan tapi harus dibarengi dengan adanya tindakan tegas dari aparat setempat," katanya.
Pihak terkait seperti Manggala Agni (pengendali kebakaran hutan) Departemen Kehutanan diharapkan turun langsung ke lapangan. Selain memadamkan api, juga berperan memberikan penyadaran pada masyarakat terkait tradisi buka ladang dengan membabat dan membakar hutan bukan tindakan tepat.
Sampai saat ini, tutur anggota DPR RI Dapil Riau ini, titik api masih ditemukan di Provinsi Riau. Ia mengimbau masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan dengan segala cara. Hal ini menyangkut kelangsungan hidrologi alam, ketersediaan air.***