Jakarta (HR) - Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengirimkan tim khusus untuk mencari tahu permasalahan antara mahasiswa RI di Mesir dengan Atase Pendidikan (Atdik) di KBRI Cairo. Menurut Arrmanatha, saat ini terdapat dua klaim berbeda, yakni dari mahasiswa dan KBRI, khususnya Atdik.
Hal itu disampaikan Arrmanatha ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemlu, kawasan Pejambon pada Kamis (30/7). Diplomat yang pernah bertugas di Jenewa dan Swiss itu menyebut KBRI tak mungkin menerima masuk ratusan mahasiswa yang berunjuk rasa pada Selasa kemarin.
"Selain kapasitasnya tempat yang tak memungkinkan, jika mereka akhirnya diizinkan masuk, tetapi terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti pengrusakan, maka negara juga yang dirugikan," kata dia.
Alhasil, KBRI kemarin membuat keputusan hanya menerima 10 perwakilan mahasiswa namun ditolak mentah-mentah oleh mereka. Alasannya, demi solidaritas dan kebersamaan terhadap mahasiswa lainnya.
Dalam kesempatan itu, Arrmanatha menekankan Duta Besar dan Atdik merupakan pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Sehingga, tidak bisa membuat kebijakan sendiri.
"Mereka tidak dipilih oleh rakyat Indonesia yang berada di Mesir. Sehingga, para pejabat itu hanya menerapkan kebijakan yang telah diminta pemerintah pusat. Kalau dikatakan mereka tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dianggap berpihak terhadap masyarakat atau mahasiswa, maka klaim itu harus diperiksa kembali," ujar Arrmanatha.
Menuntut Atdik untuk mundur dari jabatannya, di mata dia, bukan suatu hal yang konstruktif. Pada Selasa kemarin, ratusan mahasiswa Indonesia berunjuk rasa di depan gedung KBRI di Kairo, Mesir .(viv/ivi)