PEKANBARU (HR)-Dewan Komisaris PT Bumi Laksamana Jaya, Muklis, mengungkapkan, Yusrizal Andayani pernah mengakui bahwa kasus yang menimpa dirinya berbau politis. Hal itu mengingat Bengkalis termasuk salah satu daerah yang akan menggelar Pilkada serentak pada tahun ini.
Menurut Muklis, perkataan itu dilontarkan Yusrizal ketika dewan komisaris perusahaan mempertanyakan masalah itu, saat Yusrizal masih menjabat direktur utama di BUMD milik Pemkab Bengkalis tersebut.
Ungkapan itu dilontarkannya saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sahron Hasibuan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis, pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penyertaan modal Bengkalis ke PT BLJ, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (30/7).
"Kami, komisaris, ketika kita minta tanggapan ke beliau (Yusrizal, red), dia mengatakan bahwa ini (kasus PT BLJ, red) adalah isu politik. Karena Pak Bupati (Herliyan Saleh, red) ingin kembali mengikuti Pilkada. Dia jamin dilakukan prosedural. Kenyataannya tidak. Seperti saat ini," ungkap Muklis.
Informasi awal mengenai ketidakberesan di PT BLJ diketahui Dewan Komisaris ketika hasil audit yang dilakukan auditor independen menunjukkan adanya persoalan di perusahaan itu. Selain itu, masyarakat Bengkalis dan Kota Pekanbaru pun sebelumnya sudah mengetahui persoalan dugaan korupsi di perusahaan pelat merah tersebut.
Namun pernyataan saksi tersebut tak langsung diterima majelis hakim. Hakim ketua Achmad Setyo Pudjoharsoyo balik mempertanyakan sikap pemegang saham dan komisaris PT BLJ, karena tidak melakukan tindakan apa pun. Meski isu dugaan korupsi di PT BLJ sudah begitu santer beredar.
"Sebelum diselidiki jaksa, kasus ini sudah heboh jadi pembicaraan masyarakat. Kenapa Komisaris diam saja, ada apa," tanyanya kepada saksi Muklis.
Saksi sempat dibentak Pudjo, biasa hakim ketua tersebut disapa. Hal itu terkait sikap saksi, yang kerap memotong pertanyaan yang diajukan hakim.
Menanggapi pertanyaan itu, Muklis menjelaskan jika persoalan ini telah dibicarakan dan dibahas dalam rapat dewan komisaris. Rapat tersebut dilakukan dengan terdakwa, Yusrizal Andayani. Ketika itu, Yusrizal menjamin jika pengembalian anggaran akan dilakukan oleh perusahaan.
"Dia menjanjikan bisa mengembalikan dana tersebut kepada dewan komisaris, bahkan dalam rapat-rapat sebelumnya," terangnya.
Ketika soal adanya peminjaman dana dari anak perusahaan PT BLJ, Muklis juga mengakuinya. "Proses peminjaman dari anak perusahaan ke perusahaan induk aneh. Karena pengajuan dilakukan direktur ke direktur. Dua-duanya dijabat oleh dia (Yusrizal,red)," tukasnya.
Lebih lanjut, Muklis juga menerangkan jika penyertaan anggaran Pemkab Bengkalis sebesar Rp300 miliar tersebut diperuntukkan untuk membangun PLTGU di dua lokasi di Kabupaten Bengkalis. Nyatanya, perusahaan tidak tuntas melakukan pembangunannya, malahan anggaran tersebut dijadikan sebagai modal untuk sejumlah perusahaan lain yang bekerja sama dengan anak-anak perusahaan PT BLJ.
Diketahui juga jika pembentukan sejumlah anak perusahaan tidak diketahui oleh Dewan Komisaris PT BLJ. "Pembentukan anak perusahaan selain tiga. Tidak dikonsultasikan ke dewan komisaris," papar Muklis.
Menyikapi pernyataan tersebut, terdakwa Yusrizal Andayani membantahnya. Ia mengakui jika keterangan Muklis tidak benar, karena pembentukan anak perusahaan telah dikomunikasikan kepada dewan komisaris. Yusrizal juga mengatakan, jika laporan keuangan perusahaan disampaikan secara berkala kepada dewan komisaris setiap bulan.
Untuk diketahui, dalam kasus ini menjerat dua orang terdakwa, yakni Yusrizal Andayani dan Ari Setyanto. Diketahui jika dana penyertaan modal sebesar Rp300 miliar diduga dikucurkan kepada sejumlah perusahaan lain. Sedianya dana tersebut akan diperuntukkan untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Bengkalis.
Pembangkit listrik tersebut, Pembangkit Tenaga Listrik Gas dan Uap (PLTGU) di Desa Buruk Bakul kecamatan Bukit Batu, dan Desa Balai Pungut Kecamatan Pinggir kabupaten Bengkalis, yang menelan biaya Rp1 triliun lebih.
Dalam pelaksanaannya, pihak PT BLJ malah mengalirkan dana tersebut kepada anak-anak perusahaannya diantaranya, PT Sumatera Timur Energi dan PT Riau Energi Tiga. Nominalnya mulai dari jutaan rupiah sampai dengan miliaran baik dalam bentuk investasi, beban operasional, yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan PLTGU.
Selain itu, aliran dana juga diketahui untuk pembangunan sekolah swasta internasional di Pekanbaru, Indonesian Creative School. Aliran dana diduga mencapai Rp10 miliar mengalir ke sekolah tersebut.
Perusahaan juga diketahui menanamkan investasi di sebuah perusahaan distributor Sepeda Motor di Bogor dengan total Rp100 miliar. Perusahaan tersebut, CV Surya Perdana Motor.(Dod)