JAKARTA (HR)-Pemerintah akan segera mengevaluasi harga bahan bakar minyak, menyusul turunnya harga minyak dunia saat ini, yakni di bawah US$ 50 per barel. Namun demikian, belum ada jaminan harga BBM bakal turun.
Pasalnya pemerintah masih berutang kepada PT Pertamina (Persero), karena harus menombok penjualan premium dan solar.
"Nanti akan dihitung per 1 Agustus. Akan ada ketentuan lebih lanjut. Karena harga BBM ditentukan harga minyak dan kurs. Kemudian ada variabel lain yang menjadi dasar. Seperti keuntungan POM bensin (SPBU) dan lain-lain," ungkap Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7).
Menurutnya, ketentuan harga BBM merupakan hal yang rutin dilakukan setiap bulan. Hal itu diatur pemerintah melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Daya Mineral (ESDM).
"Ketentuannya per bulan (harga BBM), karena beberapa (bulan sebelumnya) harga tetap, tidak ada perubahan," tambahnya.
Walaupun harga minyak dunia saat ini turun, namun Sofyan tidak menjamin harga BBM seperti premium dan solar bakal turun. Apalagi pemerintah tidak ada keuntungan dalam penjualan BBM.
"Belum ada (keuntungan), malah kita berutang ke Pertamina," terangnya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman mengakui, sejak awal tahun hingga sampai saat ini, Pertamina harus menanggung kerugian ratusan juta dolar AS, karena harga premium dan solar dijual di bawah harga seharusnya atau keekonomian.
"Nanti kita share ya (angka kerugian penjualan BBM), jumlahnya memang cukup besar di ratusan juta dolar," ungkapnya dalam pesan singkat.
Dukung Petralite
Tak hany itu, Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pihaknya mendukung langkah PT Pertamina (Persero) menjual produk bensin terbarunya, yakni Pertalite. Salah satunya karena bahan bakar tersebut memiliki kualitas yang lebih baik untuk kendaraan masyarakat di Indonesia, dibanding premium.
"Pertalite itu adalah bentuk diversifikasi produk oleh Pertamina, nanti kita akan menuju pada standar Euro 2 paling sedikit," ujarnya.
Sofyan mengakui, kualitas bensin Premium yang mayoritas digunakan kendaraan masyarakat di Indonesia tidak terlalu baik, bahkan di pasar minyak Internasional tidak dijual, atau harus dipesan secara khusus.
"Sekarang kan RON 88 (bensin premium) terlalu rendah dan itu tidak didatangkan di pasar. Masalahkan adalah kita recovery kita sudah kuat, RON 90 (Pertalite) ini dalam rangka memperbaiki kualitas. Kalau 2-3 tahun akan datang kalau recovery kita sudah diperbaiki, maka kita akan bisa menuju pada standar Euro 4 atau RON 92 dan 95," ungkapnya.
Seperti diketahui, pada hari ini Pertamina akan soft launching bensin terbarunya yakni Pertalite di 103 SPBU yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pertalite sendiri memiliki RON 90 di atas kualitas bensin Premium yang hanya memiliki RON 88. Beberapa SPBU sudah menyiapkan nozel Pertalite. (bbs, dtc, ral, sis)