JAKARTA (HR)-Nama perusahaan perkebunan sawit, PT Duta Palma, kembali disebut-sebut dalam sidang dugaan suap alih fungsi lahan, dengan terdakwa Gulat Manurung. Dalam sidang lanjutan yang digelar Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/1), saksi Cecep Iskandar menyebut ada uang kurang lebih Rp1 miliar untuk Gubernur Riau nonaktif, Annas Maamun. Uang itu disebut-sebut berasal dari PT Duta Palma.
Cecep Iskandar adalah Kepala Bidang Planologo di Dinas Kehutanan (Dishut) Riau. Selain Cecep, sidang kemarin juga menghadirkan saksi lainnya. Yakni Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Hutan pada Kementerian Kehutanan RI, Ir Mashud RM dan surveyor freelance bidang pemetaan, Riyadi Musptofa.
Saat memberikan kesaksian, Cecep mengatakan ada uang kurang lebih Rp1 miliar untuk Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun dari PT Duta Palma.
"Pak Gulat mengatakan, kalau dirinya diminta Pak Zulher terus untuk memberikan uang kurang lebih Rp1 miliar untuk Pak Gubernur," ungkap Cecep.
Saat ditanya majelis hakim, Zulher itu siapa, Cecep mengatakan Zulher adalah Kepala Dinas Perkebunan Riau.
Ketika hakim menanyakan, apakah Zulher merekomendasikan PT Duta Palma masuk dalam revisi kawasan hutan di Riau yang diajukan ke Kemenhut, Cecep mengaku kurang tahu secara pasti.
"Saya kurang tahu Yang Mulia, intinya memang seperti itu," kata Cecep.
Cecep juga mengakui, menerima uang sebesar Rp26,8 juta dari terdakwa Gulat Manurung. Menurutnya, uang itu sebagai jasanya membantu pengurusan revisi kawasan hutan yang dikehendaki terdakwa.
"Beliau bilang untuk jajan," ujarnya seraya mengaku uang itu belum digunakannya.
"Saya merasa uang tersebut jasa saya mengurus ke Jakarta, makanya saya terima," ujarnya lagi.
Selain lahan untuk PT Duta Palma seluas 1.000 hektare dan lahan milik terdakwa Gulat Manurung seluas 140 hektare, Cecep juga membeberkan revisi alih fungsi lahan juga tercantum dalam usulan itu lahan milik PT RAPP dan Indah
Kiat
Saat ditanya JPU apakah perubahan itu berdasarkan peta usulan tim terpadu revisi perubahan, Cecep menyatakan tidak tahu aturannya. "Saya hanya ikut perintah Pak Gubernur," ujarnya lagi.
Ketika dikonfirmasi usai persidangan, Cecep kembali membenarkan kalau Zulher pernah menghubungi Gulat meminta agar lahan PT Duta Palma masuk dalam revisi kawasan hutan yang akan diajukan ke Kemenhut.
"Persisnya saya tidak tahu, tapi menurut keterangan Pak Gulat seperti itu," sebutnya.
Dia juga mengatakan, kalau dirinya tidak tahu apakah uang Rp1 miliar dari PT Duta Palma tersebut sudah di tangan Gubri nonaktif atau tidak, karena dia tak berpikir ke situ. "Saya tidak tahu apakah uang itu sudah diterima Pak Gubernur atau belum. Saya tidak tahu," tegasnya.
Ngotot Direvisi
Sementara itu, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Hutan pada Kementerian Kehutanan, Ir Mashud RM, ketika memberi kesaksian menuturkan, Gubri nonaktif Annas Maamun ngotot meminta SK Menteri Kehutanan Nomor 673/MenhutII/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.
Menurut Mashud, SK tersebut sudah tak bisa diubah dan bersifat final. "SK 673 itu sudah final. Itu berdasarkan PP Nomor 10 pasal 33 ayat (6) dan Permenhut Nomor 36 pasal 23 ayat (1) dan (2)," terangnya.
"Prosesnya cukup panjang dari usulan gubernur, kajian tim terpadu, hasil kajian tim terpadu disampaikan ke Kementerian Kehutanan, Kementerian Kehutanan lakukan pembahasan akhir. Kemudian dibuat SK 673," lanjutnya.
Meski begitu, ujarnya, Gubri nonaktif Annas Maamun ngotot ingin melakukan revisi. Pada Agustus 2014, Annas mengajukan permintaan revisi melalui sebuah surat tanpa tanggal. "Ada usulan pertama dari Gubernur Riau lewat surat bulan Agustus tanpa tanggal. Kedua, ada lagi September. Yang pertama kami tidak lanjutkan. Yang kedua tidak kami follow up. Isi permohonannya kurang lebih sama," jelas Mashud.
Sementara Riyadi Mustofa, surveyor freelance di bidang survei pemetaan, mengatakan, dalam hasil pengukuran sendiri lahan Gulat Manurung seluas 133,81 hektare, masuk dalam kawasan hutan tanaman industri. Gulat menyatakan lahannya yang seluas 133 hektare tersebut sekarang diambil masyarakat karena dianggap lahan bersengketa.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Gulat Manurung ditetapkan sebagai terdakwa karena meminta bantuan Annas Maamun agar areal kebun sawit terdakwa dimasukkan ke dalam usulan revisi dari awalnya termasuk kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Ia didakwa JPU telah menyuap Annas sebesar US$ 166,100 atau sekitar Rp 1,9 miliar. Dalam kasus ini, Gulat dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi. (bbs, rtc, rio)