JAKARTA (HR)- Rencana pemerintah yang menunda seleksi CPNS dikecam organisasi guru. Terutama guru sekolah dasar yang saat ini memasuki bom pensiun massal.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengaku sangat prihatin atas penundaan seleksi CPNS yang diumumkan Menpan dan RB Yuddy Chrisnandi 30 Juni 2015.
Keprihatinan PGRI mengingat kekurangan guru terutama guru SD sangat besar. Saat ini banyak SD dengan guru PNS rata-rata tinggal tiga orang, padahal jumlah kelasnya enam. Masalah ini terjadi pada semua kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Jadi, kalau ditunda-tunda tentu kondisinya semakin parah,” kata Sulistiyo di Jakarta, Jumat (3/4).
Menurut dia, bom pensiun guru SD akan dimulai sejak 2015 hingga 2017. Dan jika tidak ada strategi untuk menambah guru PNS SD maka siapa yang akan menjadi guru di SD.
"Di Jawa Tengah saja guru SD yang pensiun ada 200.000 pertahun. Bayangkan jika nasional. Maka pembatalan seleksi CPNS akan mengancam sekolah," katanya.
Dia menjelaskan, jika saat ini pemerintah mengaku seolah-olah tidak kekurangan guru, karena kekurangan itu ditutup oleh para guru honorer yang tidak memperoleh perlakuan manusiawi. Pasalnya, honor guru honorer sekitar Rp250 ribu per bulan.
“Mereka sungguh-sungguh bekerja untuk bangsa ini, dengan penuh pengorbanan, dedikasi, dan pengabdian. Masa depannya pun tidak jelas,” tandasnya.
Sulistiyo yang juga Anggota DPD RI, meminta agar dalam seleksi CPNS tenaga honorer harus memperoleh perlakuan khusus. Jadi, selain honorer kategori 1 (K1) dan K2 yang sudah memperoleh perlakuan khusus itu, tenaga honorer di luar itu harus dihargai pengabdiannya.
Dia mengungkapkan, jika pemerintah tidak segera mengangkat guru baru, berarti pemerintah melanggar UU No14/2005 tentang Guru dan Dosen. UU itu menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota harus memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi.
Sulistiyo menjelaskan, Indonesia saat ini masih kekurangan pegawai, di samping guru juga tenaga kesehatan. Upaya memenuhi kekurangan guru dan tenaga kesehatan sebaiknya tidak ditunda-tunda. Kalau pun akan menunda seleksi mestinya bukan untuk guru dan tenaga kesehatan.
“Jadi pemerintah harus mempunyai prioritas. Kemendikbud dan Kemenkes jangan diam saja dong!,” pinta Sulistiyo. (okz/ivi)